BERITABETA.COM, Bula – Kasus pembalakan liar (illegal logging), disertai pengrusakan hutan adat desa/negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, oleh CV. Sumber Berkat Makmur, memasuki babak baru.

Pengadilan Negeri (PN) Hunimua di Bula, Kabupaten SBT, Selasa (03/08/2021) lalu, telah menghukum terdakwa Imanuel Quedarusman alias Yongki, Komisaris Utama CV. Sumber Berkat Makmur (SBM), selama dua tahun penjara.

Namun hukuman itu tampak belum memberi kepuasan terhadap masyarakat adat desa Sabuai. Mereka menagnggap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), dan putusan majelis hakim, sama-sama tidak adil.

Karena tak puas, para pemilik ulayat yakni Tua Adat Desa Sabuai dalam hal ini Okto Tetty, dan Pemuda Sabuai, Josua Ahwalam, melaporkan JPU dan oknum majelis hakim PN Hunimua masing-masing ke Kejagung RI dan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) di Jakarta, Kamis (05/08/2021).

Terlapor dalam hal ini Julivia M. Selano,SH, Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia dilaporkan ke Jaksa Agung RI, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas), dan Komisi Kejaksaan Agung RI.

Mereka menganggap, tuntutan JPU terhadap terdakwa Imanuel Quedarusman alias Yongki, Komisaris Utama CV. SBM, tidak sebanding dengan perbuatan bersangkutan.

Pelapor menilai tuntutan hukuman 1 Tahun 2 bulan yang disampaikan JPU Julivia M. Selano,SH, sangat bertolak belakang dengan perbuatan pelaku (Yongki).

Pengadu atau pelapor mengklaim perbuatan Yongki telah terbukti merusak hutan sekaligus merugikan masyarakat hukum adat dan negara serta mendatangkan keuntungan yang besar secara pribadi.

“Pertimbangan hukum apa yang dipakai oleh Jaksa Penuntut Umum sehingga hanya menuntut Bos CV. SBM itu dengan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara?” tanya Okto Tetty, dan Pemuda Sabuai, Josua Ahwalam menyelidik.

Tuntutan JPU, kata mereka, benar-benar jauh dari rasa keadilan yang diperjuangkan oleh masyarakat hukum adat Desa Sabuai.

Kalau memang tuntutan seperti itu, menurut para pelapor, sebaiknya tidak perlu terdakwa diproses hukum, dan biarkan (Yongki) membabat hutan Sabuai sesuka hatinya.

“Lalu di kemudian hari anak-cucu kami akan menderita akibat banjir,” kesal para pelapor.

Terhadap tuntutan JPU yang dianggap tidak adil itu, dengan kekurangan dan keterbatasan yang ada, maka Tua adat dan Pemuda Sabuai ini melaporkan Julivia M. Selano,SH ke Kejagung RI.

“JPU Julivia M. Selano,SH harus dievaluasi. Kami juga meminta Jaksa Agung RI, Jamwas Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan RI memerintahkan Julvia M. Selano segera menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Dataran Hunimoa, Awal Darmawan Akhmad,” pinta Tua Adat dan Pemuda Sabuai dalam aduan mereka.

Selain melaporkan JPU Julivia M. Selano,SH, masyarakat adat Sabuai juga melaporkan majlies hakim Pengadilan Dataran Hunimoa Awal Darmawan Akhmad yang memeriksa dan mengadili perkara Imanuel Quedarusman selaku Komisaris CV. Sumber Berkat Makmur ke MA RI di Jakarta.

Pasalnya, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim terhadap pelaku Illegal logging itu hanya 2 tahun penjara,k dan denda Rp. 500.000.000, dan jika denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara 3 bulan.

“Ya kalau lihat tuntutan dan putusan ini sangat tidak rasional dan boleh dikatakan hukuman dua tahun penjara bagi pelaku illegal logging ini sama dengan orang yang melakukan pencurian sapi,” celutuk para pelapor.

Mereka juga melaporkan Bos CV. SBM Yongki ke Ketua Mahkamah Agung RI, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, dan Komisi Yudcial RI di Jakarta, dengan harapan hakim yang mengasdili perkara ini juga di evaluasi.

Para pelapor merujuk ketentuan pasal 12 huruf k jo. pasal 87 ayat 1 huruf 1 dan atau pasal 19 huruf a jo. pasal 94 ayat 1 huruf a, undang-undang no 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp.100 miliar.

“Masyarakat hukum adat Sabuai sangat mengaharapkan dukungan dari seluruh masyarakat hukum adat di Maluku. Ketidakadilan yang dilakukan oleh JPU dan oknum hakim terkait perkara ini sepatutnya dievaluasi oleh atasan mereka. Kami butuh dukungan dan doa atas perjuangan kami,” ucap Okto Tetty dan Josua Ahwalam sembari meminta publik untuk memviralkan masalah ini. (*)

Pewarta; Azis Zubaedi