Agar ASN tak terlibat korupsi, Amir menyarankan, perlu sering dilakukan siraman rohani atau program pembentukan karakter mental dari instansi birokrasi, agar moral ASN terbentuk dengan baik sehingga tidak mudah terjerumus korupsi.

“Seruan moral/rohani perlu gencar dilakukan. Ingat nama baik keluarga dan anak-anak, diri sendiri serta institusi tempat bertugas. Jangan mudah berbuat perbuatan tercela semisal korupsi,” anjurnya.

Kalau dulu, lanjutnya, ada pengawasan melekat dari atas ke bawah sehingga gampang dan mudah ditelusuri letak masalah penyimpangan yang terjadi di lingkungan ASN bertugas.

Sekarang, kata Amir, penagwasan dalam system sendiri masih sangat lemah. Hal ini membuat ruang atau celah terbuka sehingga oknum ASN pun gampang bertindak korup.

“Kalau pengawasan dilakukan secara berjenjang dari atas ke bawah saya kira ini sangat efektif. Peluang oknum ASN untuk korupsi akan minim, bahkan tidak ada. Tapi sekarang sangat lemah,” tegasnya.

Seharusnya sosialisasi dari pimpinan terhadap ASN terkait tugas dan fungsi perlu gencar alias ditingkatkan lagi.

Soal kesejahteraan berupa gaji dan tunjangan sudah banyak diterima oleh ASN, tapi mengapa mereka masih mudah korupsi? “Menurut saya, pengawasan volume dan integritasnya ditingkatkan,” saran Amir.

Dari aspek penegakan hukum, menurut dia, jangan penindakan, tetapi lebih kepada pencegahan. Maksudnya, kata dia, seharusnya pimpinan di internal pegawai melakukan pencegahan/preventif.

Fungsi preventif ini, lanjutnya, harus selalu mengingatkan dari atas sampai bawah. Kalau pengawasan lemah, barulah upaya penindakan dilakukan. Intinya, pimpinan harus jeli dalam melaksanakan tugas dan fungsi.

“Pimpinan harus memberikan contoh yang baik kepada bawahan. Kalau di Indonesia terlalu lemah pelaksanaan hukum tipikor,” pungkasnya. (*)

  

Editor: Redaksi