Presiden Erdogan Siap Akui Taliban sebagai Pemerintah Sah, Ini Syaratnya
BERITABETA.COM, Ankara - Pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan yang berkuasa di Turki bersiap untuk mengakui Taliban sebagai pemerintah sah Afghanistan. Jika terjadi, maka Turki menjadi negara NATO pertama yang mengakui kelompok itu sebagai pemerintah di Kabul.
Pengakuan yang dipersiapkan bukan cuma-cuma, karena Ankara menuntut imbalan berupa pengoperasian Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul setelah ditinggalkan Amerika Serikat (AS). Rencananya, Turki akan mengoperasikan bandara itu dengan Qatar.
Pengakuan pemerintah Taliban yang sedang disiapkan pemerintah Erdogan diungkap dua sumber yang mengetahui negosiasi tersebut. Keduanya mengungkapkannya kepada jurnalis Turki yang bekerja untuk Middle East Eye (MEE), kemarin.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tetap pada rencananya untuk menyelesaikan penarikan tentara Amerika pada 31 Agustus, mengakhiri perang 20 tahun. Proses itu diwarnai evakuasi yang kacau dengan kematian hampir 200 orang termasuk 13 tentara Amerika akibat serangan bom bunuh diri di gerbang bandara Kabul.
Satu hal yang menonjol dalam pembicaraan Ankara dengan Taliban adalah masalah siapa yang akan memberikan keamanan bandara.
"Bagaimana kami bisa memberikan keamanan kepada Anda (Taliban)?” ujar Erdogan mengatakan kepada wartawan.
"Bagaimana kami menjelaskannya kepada dunia jika Anda mengambil alih keamanan dan ada pertumpahan darah lagi di sana? Ini bukan pekerjaan mudah," katanya lagi, yang ingin Turki mengoperasikan bandara Kabul dengan pengamanan mereka sendiri.
Laporan MEE mengindikasikan bahwa Turki akan memberikan keamanan bandara melalui kontraktor swasta, yang diawaki oleh mantan tentara dan polisi Turki. Selain itu, pasukan khusus Turki akan beroperasi dengan pakaian preman untuk melindungi warga negara di area perbatasan bandara.
Sebagai imbalan dari pengoperasian bandara itu, Taliban akan diakui oleh Ankara sebagai pemerintah sah Afghanistan.
Taliban dilaporkan perlu mencapai kesepakatan terpisah dengan kelompok yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA) yang diberikan kontrak tahun lalu oleh pemerintah Afghanistan yang didukung Barat untuk mengoperasikan bandara.