BERITABETA.COM, Ambon – Raja Negeri Haruku, Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Zefnat Ferdinandus, tampak tidak puas dengan Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon yang menetapkan dirinya sebagai tersangka dugaan tipikor Dana Desa/Alokasi Dana Desa atau DD/ADD tahun anggaran 2017-2018.  

Dia merasa janggal dan aneh terhadap penanganan kasus ini, karena anggaran [DD/ADD] Haruku tahun 2017-2018 sudah terealisasi, tetapi Penyidik Kejari Ambon justru menetapkannya bersama Bendahara Negeri Haruku, SF, menjadi tersangka.

Zefnat Ferdinandus dalam keterangannya, Jumat (28/10/2021) mengungkapkan, pada pertengahan September 2021, Jaksa Penyidik Ruslan Marasabessy turun ke lapangan untuk memeriksa pekerjaan yang dilaporkan fiktif oleh masyarakat. Padahal, saat itu tidak ada temuan pekerjaan yang bersumber dari DD/ADD di Negeri Haruku yang fiktif.

“Semuanya sudah lengkap [terealisasi]. Kok saya ditetapkan penyidik Kejari Ambon sebagai tersangka? ini sangat ganjil dan aneh," tegasnya.

Dia membantah penggunaan DD-ADD Haruku tahun 2017-2018 terdapat kerugian Negara mencapai Rp1 miliar. Alasannya, karena semua program sudah direalisasikan oleh Pemerintah Negeri Haruku saat itu.

"Jika ada kerugian Negara sebesar Rp1 miliar, berarti tidak ada apa-apa [fisik] yang dikerjakan selama satu tahun. Jadi, sangat aneh kan, sudah direalisasi kok dibilang fiktif,"ketusnya.

Dia menjelaskan, kedatangan jaksa bersama ahli dari Inspektorat saat itu untuk memeriksa aduan yang dilaporkan oleh masyarakat, mengenai bantuan pemberdayaan masyarakat di bidang perikanan berupa satu set Perahu/Mesin Ketinting, dan sejumlah alat pancing, serta peralatan pertukangan, semuanya sudah diserahkan.

"Bantuan itu kami sudah berikan atau serahkan, dan diterima oleh masyarakat. Semuanya diperiksa oleh jaksa. Buktinya Jaksa periksa dari rumah ke rumah, dan buktinya semuanya ada,"bebernya.

Termasuk pemeriksaan terhadap fisik Jalan Setapak, Renovasi Drainase, jembatan Hatuelang, jalan Manui, jalan Kampung Baru, selruhnya sudah diperiksa dan fakta lapangan semuanya sudah terealisasi.

“Saat itu saya pun bertanya kepada jaksa apakah ada yang kurang? dan saya minta semua yang dilaporkan harus diperiksa, karena jangan sampai saat pulang baru bilang ada indikasi korupsi," tambah dia.

“Kami menyuruh semua yang dilaporkan oleh masyarakat harus diperiksa. Termasuk penanaman bakau juga diperiksa," ungkapnya.

Karena itu dia menilai seluruh tudingan yang dialamatkan kepada dirinya adalah tuduhan dalam bentuk laporan palsu.

Sebab, lanjutnya, Penyidik Kejari Ambon sudah memeriksa seluruh pekerjaan yang faktanya semuanya ada di lapangan.

Sehingga dia menegaskan, laporan yang menyebut jalan Manui tidak dikerjakan, jembatan Hatuelang dikerjakan pakai dana pinjaman dari negeri Sameth, dinilainya sangat tidak masuk akal.

“Memang jembatan Hatuelang ini kerjasama antar negeri. Karena satu jalur ke hutan, sehingga Negeri Sameth punya sebagian anggaran, kami juga sebagian,"jelasnya.

Lalu soal BPJS untuk masyarakat, dia mengakui, memang tidak dikeluarkan, sebab saat itu ada permasalahan di Kabupaten Maluku Tengah.

Adapun terkait anggaran beras 1 ton yang juga tidak dikeluarkan, dalihnya, karena jumlah masyarakat banyak, sehingga dananya tetap di simpan pada rekening.

"Dana [uangnya] itu tetap ada di rekening sekitar 10 juta sekian. Ini merupakan program kabupaten. Misalnya beli 10 ribu, kami harus jual 8 ribu, karena masyarakat banyak sehingga kita simpan dananya di rekening. Karena Covid-19 maka pada 2020 semuanya dipakai untuk program vaksin," jelasnya.

Soal uang pemuda yang dianggarkan Rp900 ribu per tahun, dia mengakui tidak dikeluarkan oleh Pemerintah Negeri. Alasannya, karena belum memiliki Kepala Pemuda.

"Karena kepala pemuda belum ada, sehingga dananya disimpan pada rekening. Jadi semua yang dilaporkan itu sudah selesai diperiksa oleh jaksa. Aneh mereka tuduh kita pakai uangnya,"kesalnya.

Dia mengungkapkan, para pelapor adalah oknum yang tidak menyukai dirinya ketika diangkat untuk menjadi Raja Negeri Haruku sejak 2010 lalu. Termasuk, Sekretaris Negeri haruku, Wiliam Kesya, yang kemudian dipecat.

Setelah dipecat, lanjutnya, Wiliam kemudian membuat dan menyampaikan laporan palsu kepada jaksa. Sedangkan saat menjabat selaku Sekretaris Negeri, bersangkutan tidak dapat menjalankan program.

"Pada 2017 lalu, dia [Wiliam] kelola uang sekitar 100 jutaan sekian, bantuan sekitar Rp97 juta, tidak ada pertanggung jawaban. Pada 2018, dia mengamuk mau kelola uang. Dia bilang dia setengah, dan Bendahara setengah. Saya bilang tidak bisa, karena ini dana desa mau mempertanggungjawabkannya bagaimana?” tambah dia.

Karena tugas Sekretaris bukan untuk kelola uang, sehingga dia memecat Wiliam.

“Setelah saya pecat, dia kemudian lapor saya dengan tuduhan yang tidak benar. Saya hanya tertawa ketika ditetapkan sebagai tersangka,” celutuknya.

Padahal, kata dia, jaksa dan saksi ahli semua sudah turun di negeri Haruku dan melihat seluruh pekerjaan, yang mana tak ada satu pun yang fiktif. Karena mereka masuk dari rumah ke rumah penerima bantuan, semuanya ada.

“Saat saya ditetapkan sebagai tersangka, tiga hari dia (Ruslan Marasabessy/Kasi Pidsus Kejari Ambon saat itu) pergi sampai di Papua. Itu berarti ada permainan di balik ini. Saya sangat merasa heran,"kesalnya.

Dia mengaku, saat pemeriksaan dari Inspektorat hanya ada kesalahan kecil yakni terkait administrasi.

Sehingga dia mendesak Kejari Ambon untuk memeriksa juga mantan Sekretaris Negeri Haru, Wiliam.

"Saya minta Wiliam jaksa juga harus periksa Wiliam. Karena selain memberi laporan palsu bersama kurang lebih 10 orang, juga tidak mempertanggungjawaban penggunaan anggaran yang dikelola saat itu," pintanya.  (BB-RED)