Sehatnya Demokrasi Elektoral Tergantung Aktivitas Semua Lembaga - Kelompok Masyarakat

Tapi ia menggarisbawahi, pada umumnya parpol di Indonesia termasuk Maluku, masih merekrut kader yang disiapkan untuk berkontestasi pada pemilu atau pilkada, tidak berdasarkan gerakan massif dari bawah untuk membentuk [kader] mulai dari anak-anak. Prosesnya selama ini terkesan instan.
Menurut dia, hal itu berbeda dengan pelajar tingkat SMP, SMA dan Mahasiswa hingga organisasi kepemudaan yang sudah mampu menyiapkan kader dari bawah dalam rangka menyiakan kepemimpinan bangsa yang dimulai dari tingkat bawah.
“Pertanyaannya, adakah parpol yang bermain pada level ini? kan tidak ada. Yang saya lihat sejauh ini, parpol hanya mencomot ketika kader itu jadi dan memiliki bekal kepemimpinan yang disiapkan oleh organisasi-organisasi kepemudaan saja, atau selesai sekolah langsung direkrut masuk partai. Tapi proses mempersiapkan dari tingkat bawah, hemat saya itu belum dilakukan sesuai harapan,”kriitiknya.
Maksud saya, lanjut Amir, jika parpol menyiapkan kader secara baik dengan berkaca pada negara-negara demokrasi yang telah mapan misalnya Inggris, Amerika dan Prancis, maka sepatutnya parpol di Indonesia harus melakukan perisiapan kader dari level bawah.
“Sehingga ketika pada level atas, mereka tampil cakap atau telah siap dan mampu. Di Indonesia termasuk Maluku hal ini saya belum lihat ,”paparnya.
Selain itu, jika punya bekal kepemimpinan dari organisasi kepemudaan atau kemasyarakatan yang direkrut masuk parpol dan jika tidak, maka parpol akan mengambil orang yang ‘kosong’ alias tidak punya bekal kepemimpinan.
Yang kosong inilah, Amir menyarankan, harus diisi oleh parpol. Sehingga kader punya pengetahuan konseptual politis, kemampuan observasi, punya kemampuan trraking bargaining dan sebagainya.
“Saya kira ini yang harus diisi atau disiapkan oleh parpol untuk masa-masa mendatang,”pungkasnya. (*)
Editor : Samad Vanath Sallatalohy