BERITABETA.COM, Ambon – Pemerintah harus gencar serta focus melaksanakan pembangunan terhadap masyarakat pedesaan. Khususnya desa-desa pesisir di wilayah Provinsi Maluku.

Motor penggerak pembangunan terhadap masyarakat desa itu tak lain adalah pemerintah daerah kabupaten dan kota. Sebab ruang tersebut telah diberikan oleh pemerintah pusat [negara] melalui undang - undang tentang otonomi daerah atau otda.

Meski begitu, Akademisi di Maluku menganggap ruang terkait pembangunan masyarakat desa seperti yang diamanatkan UU otonomi daerah, belum serius diaplikasikan secara baik oleh para pengambil kebijakan yakni pemerintah kabupaten dan kota.

“Seharusnya pemerintah daerah kabupaten dan kota di Maluku melaksanakan pembangunan dari desa desa pesisir. Bila ini dilakukan dengan penuh komitmen, tentu perlahan dapat menekan angka kemiskinan di Maluku,” kata Akademisi FISIP Universitas Darussalam Ambon, Sulaiman Wasahua, dalam diskusi lepas bersama wartawan di Ambon Senin malam, (25/04/2022).

Menurut dia, ruang pembangunan di desa-desa pesisir wilayah Maluku selama ini masih diabaikan oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Padahal, lanjut dia, yang memiliki rakyat atau masyarakat di suatu provinsi adalah pemerintah kabupaten dan kota. Sebaliknya, tugas pemerintah provinsi hanya sebatas koordinatif.

“Masyarakat desa ini kan mereka adalah warga atau rakyatnya kabupaten dan kota. Harusnya, Pemkab dan Pemkot focus dan gencar melaksanakan pembangunan terhadap masyarakat desa khususnya lagi desa-desa pesisir,” harap Sulaiman.

Menurut dia, jika pemda kabupaten dan kota mengalokasikan anggaran minimal 350 miliar per tahun untuk konsen terhadap program ril pembangunan desa, niscaya hal tersebut akan membantu pemerintah mengurangi kesenjangan sosial dalam hal ini kemiskinan di Maluku dapat perlahan turun.

“Karena sudah menjadi rahasia umum, data pempus menyebut angka kemiskinan secara nasional, Maluku berada di posisi ke-4 dari bawah. Untuk, menjawab atau menurunkan angka kemiskinan ini, pemerintah daerah kabupaten dan kota komitmen melakukan pembangunan secara ril di desa-desa,” anjur Sulaiman.

Menurut dia, selama ini program pemerintah daerah di wilayah Maluku masih berbasis proyek. Bahkan political will para pengambiol kebijakan tingkat kabupaten dan kota pun masih lemah, dalam melakukan agregasi kepentingan rakyat.

“Orientasi program pemerintah kabupaten dan kota masih berbasis proyek. Ini tentunya tidak relevan dengan semangat otonomi daerah. Pemangku kepentingan pada kabupaten dan kota masih minim komitmen soal pembangunan desa,” tegasnya.

Menurut dia, kondisi tersebut Pemprov tidak dapat mengintervensi lebih jauh. Karena peran Pemprov hanya sebatas koordinatif dan mengontrol pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemkab dan pemkot.

“Pemprov tidak masuk pada wilayah teknis seperti itu. sebab mereka hanya koordinatif saja. Yang punya rakyat des aitu kan pemkab dan pemkot. Semestinya Pemkab dan Pemkot komitmen dalam melaksanakan pembangunan khususnya lagi di desa-desa,” timpal dia.

Ia menyarankan pemimpin dalam hal ini Bupati dan Wali Kota para pimpinan SKPD, mengubah paradigma berpikir khusus dalam pembangunan masyarakat dan daerah. Harus ada komitmen dari pengambil kebijakan.

Untuk memutus mata rantai kemiskinan, atau menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat di Maluku, perlu dijawab dengan program ril.

“Program pemda jangan bebrasis proyek. Sebaliknya, program yang dicanangkan oleh pemda kabupaten dan kota harus menyentuh langsung masyarakat desa,” pungkas Sulaiman sembari menambahkan potensi sumber daya alam di kabupaten dan kota juga harus dikelola secara baik demi kemaslahatan masyarakat.  (BB)

 

Editor : Samad Vanath Sallatalohy