Berdampak Negatif, Warga Tamilow Disarankan Tutup Tambang Emas di Bibir Pantai
BERITABETA.COM, Masohi – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI melalui Anggota Tim Inspektur Tambang Direktorat Jendral Mineral meminta warga di Desa Tamilow, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku, Provinsi Maluku agar dapat menghentikan aktivitas penambangan emas di bibir pantau dan menutup lokasinya.
Aktivitas penambangan emas itu, dinilai sangat berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan sekitar, termasuk akan memicu terjadinya abrasi akibat tergerusnya galian pasir di lokasi sekitar.
Permintaan ini disampaikan Tim Inspektur Tambang Direktorat Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM RI, Adrian D. Wenno, S.T kepada wartawan saat mengunjungi Desa Tamilow melihat langsung aktivitas penambangan yang dilakukan warga sekitar, Rabu (24/3/2021).
Wartawan beritabeta.com melaporkan dari Desa Tamilow, Adrian D. Wenno, S.T tiba di lokasi sekitar pukul 15.00 WIT didampingi Kapolres Maluku Tengah, AKBP Rositah Umasugi, Komandan Kodim (Dandim) 1502/Masohi, Letkol (Inf) Nunung Wahyu Nugroho dan pejabat di Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Maluku Tengah.
Dalam kesempatan itu, Wenno menjelaskan, kedatangnya ke lokasi tambang ini untuk meninjau langsung aktivitas yang dilakukan warga sekitar. Kunjungan ini dilakukan atas penugasan dari Kementerian ESDM menyikapi laporan dari Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Malteng, ikhwal adanya penambangan yang diduga emas oleh warga.
“Saat ini kita belum bisa memastikan apakah yang didulang warga ini adalah benar emas atau tidak. Kunjungan ini kami lakukan untuk melihat langsung lokasinya. Untuk pembuktian kandungan emas itu, nantinya akan dilakukan pengujian sampel di laboratorium,” tandas Wenno menjawab pertanyaan wartawan.
Menurut Wenno, setelah adanya peninjauan ini, pihaknya akan mengambil sampel hasil tambang untuk dialisa. Bila benar yang didulang warga itu adalah emas, maka tentu proses selanjutnya akan ditempuh kebijakan sesuai regulasi yang berlaku.
“Saat ini kita hanya bisa menyarankan, agar warga dapat menghentikan aktivitas penambangan yang dilakukan dan menutup lokasi yang ada, karena dampaknya terhadap lingkungan cukup besar. Anda lihat sendiri bagimana kondisi pantai dengan adanya lubang-lubang disana,” urainya.
Untuk itu, kata dia, warga diminta kembali menutup lokasi tambang itu dengan mengembalikan sisa-sisa material yang tidak terpakai ke lokasi yang digali. Permintaan ini juga disampaikan kepada Pemerintah Negeri Tamilow dan masyarakat setempat dalam pertemuan yang digelar di lokasi tambang.
Sampai berita ini dipublish belum diketahui dengan jelas, apakah saran ini akan diikuti oleh warga dan pemerintah desa setempat atau tidak.
Sedangkan pantauan di lokasi penambangan terlihat ada puluhan hingga ratusan warga Desa Tamilouw yang memadati lokasi pantai yang menjadi kawasan tambang emas tersebut.
Heboh penemuan emas di lokasi pantai itu, terungkap sejak Minggu 21 Maret 2021 kemarin.
Lokasi kemunculan material emas itu berjarak sekitar 500 meter dari perkampungan. Banyak warga yang datang dengan peralatan seadanya setelah mereka mengetahui ada material emas di lokasi pantai tersebut.
Sementara, dalam aturan yang berlaku, proses penambangan dapat dilakukan bila aktivitas di lokasi itu telah mengantongi izin sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) No. 4 Tahun 2009 yang sampai saat ini masih dalam tahapan revisi.
“Jadi kita tetap akan menunggu keluarnya Undang-Undang Minerba itu, apakah boleh dilakukan pertambangan emas disini, tentu itu akan dilihat kedepan sesuai ketentuan,” jelas Wenno.
Prosedur Perizinan
Kementerian ESDM telah memasukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagai salah satu isu pokok yang dibahas di dalam Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara No. 4 Tahun 2009.
Berdasarkan draf RUU Minerba pasal 67, pemerintah daerah dapat memberikan IPR kepada penduduk setempat, baik kelompok masyarakat ataupun koperasi.
Masih di pasal yang sama, pemberian IPR kepada kelompok masyarakat dan koperasi memiliki sejumlah syarat, seperti penggunaan peralatan teknis pertambangan yang sederhana serta memiliki kedalaman tertentu yang disesuaikan dengan jenis komoditas pertambangan.
Di dalam pasal 68 RUU Minerba juga dijelaskan bahwa luas wilayah satu IPR untuk kelompok masyarakat paling banyak 5 hektare, sedangkan koperasi mencapai 10 hektare. Adapun IPR diberikan untuk jangka waktu maksimal 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
Sebelumnya Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pembahasan IPR dimaksudkan agar kegiatan pertambangan di kalangan masyarakat lokal menjadi lebih eksis lagi.
“Keberadaan IPR sebagai wujud keberpihakan negara kepada rakyat. Tapi ini jangan sampai meleset. Ada IPR tapi yang mengelola orang-orang luar,” terang dia dalam diskusi daring, seperti dikutip dari kontan.co.id (BB-ES)