Sejarah keemasan mereka tidak banyak dipelajari, tertutupi dengan pemikiran bebas yang sekuler. Masyarakat dilarang keras menunjukkan identitas kemuslimannya. Suara adzan tak boleh menggunakan bahasa Arab, kumandangnya berganti dalam bahasa Turki.

Tanpa ampun letusan senjata bisa menembus raga siapa saja yang membangkang keputusan pemerintah. Semua yang berbau Arab dibabat habis sampai ke akar - akarnya. aksara Turki yang menggunakan huruf hijaiyah lenyap tertelan bumi.

Tak banyak yang bisa diteriakkan Merve disisa - sisa kebesaran Islam di negaranya. Walau tegar menghadapi para pecundang itu, ia harus meneruskan perjuangannya. Amerika menjadi pilihan tempat menyusun kembali kekuatan.

Di negeri adikuasa ini, Merve mendapat gelar  sarjana di bidang ilmu rekayasa perangkat lunak dari University of Texas, Dallas. Iapun meraih gelar master dari Harvard University, sementara PhD ilmu politiknya di raih di Howard University.

Merve diangkat menjadi professor di dua almamaternya,  Howard University dan George Washington University. Nama Merve resmi tercantum professor didepannya. Prof. Merve Kavakc, begitulah ia disebut di ajang - ajang resmi tingkat akademik maupun kenegaraan.

Semangat jihadnya tak jua surut. Setelah meraih kemapanan akademisnya. Ia menggugat parlemen Turki di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.

Tak sia - sia perjuangannya. Pengadilan Hak Asasi Manusia memenangkan gugatannya dan menyatakan bahwa pengusiran atas dirinya dari parlemen jelas merupakan sebuah pelanggaran HAM.

Kemenangan ini membuat ia berkeliling dunia menyuntik semangat hak - hak wanita berhijab. Namanyapun diabadikan dalam daftar 500 Muslim yang berpengaruh di dunia.

Ia banyak menerima undangan dari berbagai lembaga terhormat seperti Parlemen Inggris dan Parlemen Agama - Agama Dunia di Barcelona untuk menyampaikan pemikirannya atas pembelaannya kepada wanita - wanita berhijab.