Selain itu, untuk kondisi kedaruratan dan bencana, dimungkinkan kegiatan dapat dilaksanakan mendahului penyusunan dokumen lingkungan. Dengan demikian, pemberitaan media terkait kesalahan prosedur dalam pemenuhan dokumen lingkungan adalah tidak benar.

“Saat ini kegiatan masih pada tahap konstruksi dan telah dilengkapi dengan dokumen UKL UPL," ungkap Siauta.

Dia menuturkan, persoalan uji coba penggunaan Insinerator yang dimaksud dalam dokumen UKL UPL merupakan bagian dari rangkaian konstruksi pembangunan fasilitas pengelolaan limbah B3 yang disebut uji atau test comisioning, yaitu kegiatan pemeriksaan dan pengujian mesin serta instalasinya sebelum dioperasikan. Hal itu bertujuan untuk memastikan instalasi telah memenuhi standar operasi.

"Jadi tidak benar jika menyimpulkan bahwa uji coba penggunaan Insinerator termasuk dalam kegiatan operasional pengelolaan limbah B3. Yang benar adalah kegiatan uji coba tersebut merupakan bagian dari konstruksi pembangunan fasilitas pengelolaan limbah B3,”pungkasnya.

Ia menjelaskan, kajian dampak lingkungan dan arahan pengelolaan, serta pemantauan lingkungannya wajib dilakukan dalam satu kajian di dalam dokumen UKL UPL.

Pada Sabtu, 24 Juli 2021, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat terkait rencana pembangunan proyek dimaksud. Sosialisasi diberikan hanya kepada beberapa warga sebagai perwakilan dari masyarakat Desa Suli, mengingat situasi pandemi Covid-19 yang tidak mengizinkan terjadi kerumunan. Apalagi saat itu tengah diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Oleh karena itu, tidak benar jika diberitakan bahwa tidak dilakukan sosialisasi kepada masyarakat," kata Siauta.

Sementara terkait pemberitaan potensi pencemaran udara terhadap pemukiman warga, lahan UKIM dan Objek wisata Talaga Tihu yang berdekatan dengan lokasi pembangunan proyek itu, Roy Siauta lantas menjelaskan kondisi rill di lapangan.

"Lokasi kegiatan merupakan daerah terbuka dengan elevasi ketinggian lebih dari pemukiman warga, lahan UKIM dan Objek wisata Talaga Tihu. Jaraknya dengan lahan UKIM berkisar 200 meter, dengan pemukiman warga berkisar 600 meter, dan dengan objek wisata Talaga Tihu lebih dari 1.000 meter," ujarnya.

Selain itu, kata dia, tinggi cerobong Insinerator yang akan dibangun adalah 34 meter. Angka itu telah melebihi standar teknis minimal 14 meter yang tertuang dalam PermenLHK nomor 56 tahun 2015, dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8243 tahun 2017 tentang Insinerator, yang mensyaratkan ketinggian minimal  6 meter dari permukaan tanah.

"Dengan demikian, gas buangan yang akan dikeluarkan melalui cerobong memiliki radius yang jauh dari pemukiman warga, lahan UKIM dan lokasi wisata Talaga Tihu. Artinya, secara teknis telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk meminimalkan potensi pencemaran udara," katanya.

Pengelolaan limbah B3 medis juga dilengkapi Standard Operating Procedure (SOP). Di mana, limbah tersebut ketika diambil dari fasyankes, telah dikemas sesuai standar. Limbah itu kemudian diangkut menggunakan mobil box, mobil khusus pengangkut limbah B3.

Selanjutnya dimasukan ke dalam cold storage, sebelum dibakar secara thermal dengan sistem insinerasi. Didukung pula sistem pengelolaan dengan multiple chamber, wet scrubber dan cylone untuk mengendalikan emisi gas hasil pembakaran.

"Sistem operasionalnya ini akan dipantau 3 bulan sekali untuk memastikan bahwa emisi gas buangan yang keluar melalui cerobong tidak melebihi baku mutu," kata Siauta.