Gambaran pada pos pendapatan di atas memberikan satu indikasi bahwa Pemerintah Kabupaten Malteng belum mampu mengelola aset daerah secara maksimal, untuk mendorong PAD. Misalnya pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan hasil perusahaan daerah dan pengelolaan lain-lain pendapatan syah.

Boleh jadi APBD Kabupaten Malteng tahun-tahun sebelumnya memiliki indikasi gambaran dan trend pendapatan dengan pola serta ciri yang sama pula.  Belanja, pada terdapat dua pos belanja yaitu Belanja Operasional dan Belanja Modal. Total Belanja Operasional dan Belanja Modal sebesar Rp 1,787.T.

Belanja Operasianal terdiri dari belanja pegawai Rp 721, 4 miliar,  balanja barang & jasa Rp 370,2 miliar, belanja subsidi Rp 11,1.M, belanja bantuan sosial 7, 2 miliar.  Belanja modal terdiri dari belanja tanah Rp 814 juta, Belanja peralatan & mesin Rp 82, 9 M, belanja modal gedung & bangunan Rp 154, 3. M, Belanja modal jalan & jaringan irigasi Rp 149,1.M, Belanja modal aset tetap lainnya Rp 1, 0.M, Belanja tak terduga Rp 10.M dan Belanja trasper Rp 267,3 M.

Sehingga antara Pendapatan dan Belanja terjadi defisit anggaran sebesar Rp 54,7.M, nampaknya prinsif efisiensi, kehatihatian dalam prioritas penganggaran kurang diperhatikan.

Jika dianalisis dari sisi belanja pperasional maupun belanja modal tidak ditemukan logika penganggaran yang objektif dan mengikuti prinsif-prinsif penganggaran, transparan, akuntabilitas, keadilan, efisiensi dan efektivitas.

Hal ini bisa dilihat alokasi penganggaran belanja operasional sama sekali kurang berpihak pada kepentingan rakyat, misalnya belanja Subsidi dianggarkan hanya sebesar Rp 11,1 miliar  dan belanja pemberdayaan masyarakat hanya Rp 7, 2 M, sementara belanja barang dan jasa Rp 370 miliar  dan belanja pegawai Rp 721,4 miliar atau sekitar 41,6%. Memang untuk belanja pegawai mungkin tidak ada masalah karena jumlah pegawai jelas.

Demikian pada pos belanja modal terlihat pos penganggaran belanja modal sangat demonstratif dengan nilai anggaran lumayan besar misalnya Belanja Tanah Rp 814 juta, belanja Peralatan Mesin Rp 82,9 miliar, belanja Gedung & Bangunan Rp 154 miliar, belanja Jalan dan Jaringan Irigasi 149,1 miliar, belanja Aset Tetap Lainnya Rp 1 miliar,  Belanja Tak Terduga Rp 10 miliar dan Belanja Transper Rp 267,3 miliar.

Secara khusus total nilai belanja modal sebesar RP 388,3 miliar, ternyata sepenuhnya atau boleh dibilang 100% hanya untuk "belanja fisik", lalu bagaimana juga dengan belanja tak Terduga Sebesar Rp 10 M?. Demikian Nilai belanja fisik diluar belanja Belanja Transper Rp.267,7.M.

Beberapa realisasi belanja proyek gedung & bangunan yang sedang berlangsung, kontrak tahun 2020 antara lain pembangunan gedung Dinas Sosial nilai kontrak Rp 13, 1 M, pembangunan Dinas Perpustakaan Rp 3, 8 M, pembanguan Pasar Binaya Rp 11, 4 M, pembangunan Gedung DPRD Rp 38, 0.M

Selain itu tidak terlihat logika dan pijakan dalam penganggaran secara rasional dan objektif. Bukankah Kabupaten Maluku Tengah adalah Kabupaten tertua dimana sarana dan prasarana infrastruktur minimal telah siap atau masih layak.