Ketua DPRD KKT Ancam Polisikan 17 Anggotanya
BERITABETA.COM, Saumlaki – Ketua DPRD KKT, Jaflaun Omans Batlayeri menebar ancaman mempolisikan 17 anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Provinsi Maluku.
Upaya proses hukum akan ditempuh Jaflaun Omans Batlayeri karena merasa 17 anggota DPRD KKT termasuk satu pimpin DPRD KKT itu, telah menuding dirinya bersikap otoriter di parlemen DPRD KKT.
Tudingan ini disampaikan oleh 17 anggota termasuk satu pimpinan DPRD KKT dalam surat mosi tidak percaya yang kini tengah beredar luas di public.
Soal ini, Ketua DPRD KKT, Jaflaun Omans Batlayeri kepada wartawan di ruang kerjanya Selasa (18/05/2021) menegaskan, akan membawa masalah ini ke rana hukum.
Awalnya, kata Jaflaun, secara pribadi dan selaku ketua DPRD KKT dirinya sangat legowo dengan surat mosi tidak percaya yang ditujukan 17 anggota kepadanya, meskipun surat itu tidak diterimanya secara langsung.
Jaflan mengaku, hanya diberitahu oleh Pimpinan Partai Demokrat di Provinsi Maluku, dimana dirinya selakub kader partai.
Ia menjelaskan pada tata tertib DPRD telah mengatur setiap anggota atau pimpinan yang melanggar aturan akan diproses oleh Badan Kehormatan.
“Saya tunggu itu untuk dipanggil dan dimintai klarifikasi oleh Badan Kehirmatan. Namun kenyataannya surat ini telah dilempar luas ke publik. Saya minta pamit dari Badan Kehormatan, karena sudah terekspos. Saya minta maaf harus bawa masalah ini ke rana hukum," ancam Jaflaun.
Jaflaun membeberkan 6 poin tertulis dalam surat mosi tidak percaya tersebut.
Diantaranya menuding dirinya telah bersikap otoriter selaku ketua DPRD KKT, tidak pernah memberi kewenangan kepada para wakil ketua.
Dia menanayakan teiminologi otoriter yang dimaksud seperti apa? Jika hari ini dirinya disebut otoriter, maka tidak mungkin menjadi Ketua DPRD tetapi Kepala.
Dia mengatakan, selama ini semua agenda di dewan berjalan baik. Terkadang sidang-sidang pun dipimpin oleh wakil ketua I atau wakil ketua II.
Bahkan, lanjut dia, saat evaluasi APBD 2020 lalu dipimpin Wakil ketua II hingga selesai.
Begitu juga dengan badan musyawarah atau Banmus dan Alat Kelengkapan dewan pun semuanya berjalan normal.
“Jadi saya anggap bahasa ini rancuh. Saya akan pertanyakan secara hukum, karena somasi ini juga saya tidak diberi secara langsung. Hanya diberi tahu oleh ketua partai Demokrat,” tambah dia.
“Saya sudah konsultasi dengan pimpinan partai, dan saya diminta harus membuktikan setiap tudingan tersebut. Sebab otoriter itu pimpinan yang tidak pernah ada rapat, langsung keputusan," tandasnya.
Dalam poin kedua dalam surat itu, kata Jaflaun, dirinya dianggap telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Alhasil dari sikap tersebut, fraksi-fraksi walk out dari ruang sidang.
Soal ini Jaflaun menjelaskan, jika ada fraksi yang walk out, maka itu hal biasa, dan itu bagian dari dinamika dalam lembaga DPRD. Sebab, kata dia, hal tersebut berkaitan dengan pendapat politik.
"Tidak ada dalam rapat, ketua DPRD dikeluarkan dari ruangan. Ini kebohongan besar. Terus dibilang saya dilempar dengan mic, tidak ada itu. Dan masalah banting mic oleh anggota DPRD Deddy Titirloby, juga sudah diselesaikan secara internal dan memaafkan satu dengan yang lain,” imbuhnya.
“Salah paham dalam ruang sidang itu biasa terjadi. Kenapa harus dituangkan dalam poin somasi? apa hubungannya dengan kode etik dan arti kepemimpinan? kalau fraksi tidak setuju dengan LKPJ Bupati, kira-kira saya harus menahan untuk tidak walk out? kan tidak boleh," ketusnya.
Lebih lucu lagi, kata dia, poin ketiga dalam surat itu menyatakan, selaku ketua DPRD KKT dirinya tidak mampu memperjuangkan pokok pikiran para anggota DPRD KKT.
Kalimat ini, kata dia, seolah-olah menandakan kalau semua anggota DPRD, pola pikirnya tidak terakomodir. Padahal dari 23 anggota dan 3 pimpinan, hanya satu orang yakni Erens Fenanlampir yang pokok pikirannya tak terakomodir.