BERITABETA.COM, Ambon – Tuntan hak atas pengelolaan Participating Interest (PI) 10% yang ditagih Pemerintah Daerah (pemda), DPRD dan masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) dari Provinsi Maluku, dinilai hal yang lumrah.

Ketua LC Foundation Agustinus Rahanwarat menilai pernyataan Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury yang menyebut tuntutan hak 5,6 persen seperti ditawarkan Pemda KKT sangat sulit dipenuhi, justru statemen ini menunjukan (Ketua DPRD Maluku) tidak paham dengan substanisi perjuangan Pemda KKT.

“Pernyataan Ketua DPRD Maluku itu tidak sejalan dengan arah perjuangan Pemda dan DPRD KKT,”kata Agustinus Rahanwarat saat dihubungi beritabeta.com dari Ambon, Minggu (28/03/2021).

Dia menegaskan, Lucky Wattimury tidak paham arah dan sasaran perjuangan terkait PI 10% beberapa waktu lalu di Jakarta melalui RDP dengan Komisi VII DPR RI.

Dikatakannya, KKT sebagai penghasil LNG di WK Masela belum diputuskan dalam RDP dimaksud.

Memang demikian, lanjut dia, namun semua pikiran yang disampaikan baik oleh Bupati maupun para wakil rakyat dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar merupakan aspirasi bersama itu telah diterima dalam RDP.

“Setelah itu kan ada sejumlah mekanisme peraturan perundang-undangan yang harus ditempuh," ungkap Agustinus.

Dia menilai sebagai pemimpin di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Bupati Petrus Fatlolon juga menjamin akan ada perubahan terhadap berbagai regulasi sehingga memungkinkan perjuangannya bersama DPRD KKT dapat berhasil.

"Ketua DPRD Maluku itu harus mendukung sepenuhnya perjuangan Pemda dan DPRD Kepulauan Tanimbar. Karena itu bagian integral dari aspirasi seluruh rakyat, bukan bicara seakan-akan bertolak belakang dengan aspirasi rakyat KKT,” tandasnya.

Agustinus menyarankan Ketua DPRD Maluku harus berpihak kepada rakyat, bila perlu bersama Pemda Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan DPRD ikut berjuang bersama.

“Artinya, pak Lucky Wattimury itu tak paham perjuangan ini. Memang ini soal aturan, tetapi demi rakyat apakah tidak bisa berjuang?” sentilnya.

Menurutnya, penyataan Ketua DPRD Maluku telah berseberangan maka rakyat KKT dapat menilai PI 10% bisa jadi ingin dikuasai sendiri oleh Provinsi Maluku.

“Ini dapat dilihat dari surat Gubernur Maluku yang menggangap penawaran jatah 5,6% dari Pemda KKT tidak relevan,” pungkasnya. (BB-RED)