Kerjasama kedua bela pihak di Maluku, kata dia, bukan hanya untuk penegakan hukum tetapi juga bantuan teknis, pendidikan dan latihan di bidang penyiaran.

Dalilnya, karena penyiaran menggunakan sumber daya alam yaitu frekuensi radio yang terbatas jumlahnya.

“Mengurusi penyiaran tidak bisa disamakan dengan urusan bisnis lainnya. Sebab penyiaran merupakan entitas yang berbeda. Karena itu penggunaan dan siarannya dijaga ketat,” tandas Mutiara.

Diketahui, menurut Mutiara, untuk memperpanjang IPP, maka Lembaga Penyiaran (TV dan Radio) wajib mengajukan permohonan perpanjangan IPP minimal 1 tahun sebelum tanggal IPP berakhir.

Namun saat ini belum pernah ada permohonan perpanjangan IPP dari Molluca TV dalam SIMP3 Kemenkominfo RI karena itu KPID Maluku tidak bisa mengeluarkan rekomendasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat 4 dan 5 Undang-Undang Penyiaran No.32/2002.

Ijin Penyelenggaraan Penyiaran ini diberikan oleh negara setelah mendapatkan masukan dan hasil evaluasi  serta rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI.

“Rekomendasi ini dibahas Pemerintah bersama KPI dalam Forum Rapat Bersama dan Ijin Alokasi dangan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh pemerintah atas usul KPI.  IPP diberikan oleh negara melalui KPI.

“KPID Maluku pun membuka ruang diskusi bagi masyarakat Maluku yang merasa dirugikan oleh Molluca TV yang tetap melakukan aktivitas penyiaran tanpa memiliki IPP bisa ke kantor KPID Maluku, Gedung Dinas Komunikasi dan Informatika Propinsi Maluku Jalan Dr.Latumeten pada hari kerja Senin - Jumat pukul 11.00 WIT - 15.00 WIT,” pungkasnya. (BB-RED)