BERITABETA.COM, Jakarta -- Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN para pejabat di Indonesia ternyata masih jauh dari harapan. Sekitar 95 % LHKPN para pejabat umumnya di Indonesia, belum jujur menyampaikan (LHKPN) secara akurat kepada Komisi Pemberantsan Korupsi atau KPK.

Ketua KPK Firli Bahuri mengingatkan agar penyelenggara negara menyampaikan LHKPN ke KPK secara akurat. Ajakan ini disampaikan Firli Bahuri dalam diskusi webinar bertemakan “Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat?” yang diselenggarakan KPK.

Diskusi yang ditayangkan melalui Kanal Youtube KPK itu turut menghadirkan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Peneliti Formappi Lucius Karus.

“Penyelenggara negara wajib memberikan laporan harta kekayaan baik sebelum selama dan setelah menduduki jabatan,” tandas Firli Bahuri.

Mantan ajudan Wakil Presiden RI Boediono ini mengemukakan, tujuan penyampaian LHKPN itu sendiri agar penyelenggara negara tidak melakukan praktik korupsi, sekaligus sebagai pertanggungjawaban kepada publik.

“Tanggung jawab kepada yang telah memilih kita, dan kita tunjukan kita sebagai warga negara yang punya komitmen dalam memberantas korupsi serta tidak ramah dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Firli Bahuri.

Sementara itu, berbagai hal terungkap dalam diskusi online ini. Antara lain; target KPK agar penyelenggaran negara menyampaikan LKHPN secara akurat di tahun ini.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, KPK menemukan sekitar 95% penyampaian LHKPN secara umum tidak akurat.

“Artinya cukup banyak harta yang tidak dilaporkan baik itu tanah, bangunan, rekening bank, maupun investasi lain. Inilah kenapa akurasi ingin kita dorong lebih maju. Karena semakin tinggi kepatuhan, maka akurasi harus menjadi fokus KPK ke depan,” kata Pahala Nainggolan, dalam kesempatan yang sama.

Ia mengungkapkan temuan ini merupakan hasil pemeriksaan pada sistem LHKPN yang bernama Simpedal. Yaitu; sistem keuangan yang dibangun KPK bersama bank yang dapat memantau keuangan, asuransi dan bursa.

“Kita juga bisa mengecek sertifikat dengan BPN dan Samsat di daerah. Saat ini KPK lebih aktif dengan beberapa stakeholders untuk melakukan check balance dalam mengecek harta seseorang,” papar Pahala tegas.

Selain itu, masalah lain yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah tren usia penyelenggara negara dalam menyampaikan LHKPN.

Dari data kategori usia penyelenggara negara yang menyampaikan LHKPN terjadi peningkatan dimana penyelenggara negara dengan umur di bawah 40 tahun lebih patuh melaporkan.

Sedangkan, semakin tua usia penyelenggara negara, semakin sulit untuk melaporkan.

Dengan ditargetkannya akurasi LHKPN mulai tahun 2021, saat laporan tidak lengkap maka KPK tidak akan menerima laporan tersebut.

“Kita bicara akurasi. Laporan tidak lengkap bisa juga lampirannya tidak pas, atau nilainya tidak benar, tidak akurat. Dan ini akan kita komunikasikan dengan yang bersangkutan. Jika surat kuasa tentang anak atau istri tidak dilampirkan, kami anggap tidak dapat diterima,” tegas Pahala Nainggolan. (BB-RED)