Margarito Kamis: Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Daerah Bertentangan dengan Konstitusi

BERITABETA.COM, Ambon – Ratusan kepala daerah mulai Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tersebar di 25 provinsi di Indonesia termasuk lima daerah di wilayah Provinsi Maluku, masa jabatan mereka berakhir pada 12 Mei 2022.
Pakar Hukum Tata Negara Dr. Margarito Kamis, SH, M.Hum menegaskan, usulan mengenai perpanjangan masa jabatan ratusan kepala daerah tersebut inkonstitusional.
“Kalau saya, usulan perpanjangan masa jabatan kepala daerah itu inkonsitusional atau bertentangan dengan konstitusi,” tegas Dr. Margarito Kamis saat dimintai pendapatnya oleh Beritabeta.com melalui telepon seluler pada Sabtu malam, (19/02/2022).
Margarito menjelaskan, ihwal itu bukan saja disebabkan oleh konstitusi mengharuskan pengisian jabatan kepala daerah dilakukan dengan cara dipilih, tetapi disebabkan juga oleh cara penunjukan pejabat tidak selaras dengan ekspektasi konstitusi terhadap peyelenggraa otonomi daerah.
Alasannya, otonomi daerah diadakan dengan maksud penyeleggaraan pemerintahan daerah efekltif.
“Efektifitas itu yang tidak bakal tercpai. Karena pejabat gubernur atau bupati dan wali kota harus berbagi waktu dengan tugasnya pada instansi induk,” tandasnya.
Karena itu, pada substansinya ahli hukum tata negara asal Provinsi Maluku Utara ini menolak adanya masa jabatan kepala daerah diperpanjang. “Tentunya inkonstitusional. Karena usulan itu bertentangan dengan konstitusi,” timpalnya.
Apakah usulan tersebut para kepala daerah yang akan habis masa jabatannya pada 12 Mei 2022 nanti takut kehilangan kekuasaan? “Itu bukan masalah hukum,” tukasnya.
Diketahui, mengenai usulan perpanjangan masa jabatan kepala daerah ini telah ditanggapi sebelumnya oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik.
Akmal menegaskan, tidak terdapat ruang regulasi untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang akan berakhir dalam waktu dekat ini. sebab Alasannya, secara regulasi masa jabatan kepala daerah hanya dibatasi selama lima tahun.
Akmal menyampaikan hal ini sekaligus menanggapai usulan terkait perlunya perpanjangan masa jabatansejumlah kepala daerah yang akan berakhir pada 12 Mei 2022, ketimbang menunjuk Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penjabat kepala daerah.
Usulan itu disampaikan eks Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan. Menurut Djohan, sebaiknya persoalan kekosongan jabatan kepala daerah tak perlu dijawab dengan pengisian penjabat.
Dia menyarankan, agar para kepala daerah yang habis masa jabatannya itu diperpanjang saja. Hal ini dinilainya lebih baik, ketimbang menunjuk atau mengangkat ASN menjadi penjabat yang disebutnya punya beberapa keterbatasan dan kendala ketika menjabat terlalu lama.
Pada Mei 2022 nanti, sebanyak 272 kepala daerah di Indonesia mulai gubernur-wakil gubernur, wali kota – wakil walikota, serta bupati-wakil bupati yang tersebar di 25 provinsi, masa jabatan mereka berakhir Pada Mei 2022,
Khusus Provinsi Maluku terdapat lima kepala daerah yang masa jabatannya juga habis pada Mei 2022. Yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Akmal menegaskan dalam kehidupan bernegara termasuk penyelenggaraan pemerintahan, wajib hukumnya menaati aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu harus menjadi dasar semua pihak, baik dalam bertindak maupun menyusun kebijakan.
“Dalam menjalani kehidupan bernegara dan menyelenggarakan pemerintahan seluruh elemen bangsa wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat konstitusi yang di muat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yakni Negara Indonesia adalah negara hukum, " tegasnya.
Dia mengungkapkan, masa jabatan kepala daerah telah diatur pada Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 serta Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014.
Dua aturan ini telah menjelaskan masa jabatan kepala daerah yakni hanya lima tahun terhitung sejak pelantikan, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Artinya, menurut Akmal, tidak ada klausul perpanjangan masa jabatan kepala daerah. Apabila diperpanjang, justru itu akan bermasalah dari sisi perundang-undangan dan berpotensi melanggar aturan.
"Dengan demikian dapat dikatakan berdasarkan ketentuan Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 serta Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut tidak terdapat ruang regulasi untuk perpanjangan masa jabatan kepala daerah karena secara eksplisit normanya mambatasi hanya 5 tahun," tandasnya.
Adapun UU Nomor 10 Tahun 2016 yang memuat pengaturan tentang Pilkada, termasuk ketentuan soal Pilkada Serentak Tahun 2024 merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.Selain itu, mengenai penunjukan penjabat kepala daerah juga memiliki dasar hukum.
Dalam regulasi mengenai Pilkada Serentak mulai UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2015, UU Nomor 10 Tahun 2016, dan UU Nomor 6 Tahun 2020, di dalamnya telah memuat soal pengaturan tentang penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sampai dengan dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
"Dalam menunjuk penjabat kepala daerah, pemerintah pastinya mengedepankan kapasitas, kompetensi, dan integritas secara cermat, hati-hati serta selektif. Sehingga dapat menjamin kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah," ungkapnya.
Akmal meyakini, para ASN memiliki kapasitas yang bisa diandalkan untuk menjalankan tugas sebagai penjabat kepala daerah.
Mereka dianggap memiliki pengalaman dan kemampuan teknis. Selama ini pun berdasarkan pengalaman yang ada, para penjabat kepala daerah bisa berkomunikasi baik dengan pihak DPRD setempat.
Selain itu, pemerintah pun tidak akan lepas tangan begitu saja ketika penjabat kepala daerah sudah ditunjuk dan bekerja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 373 UU Nomor 23 Tahun 2014 dan amanat Pasal 132 ayat (6) PP Nomor 6 Tahun 2005, pemerintah akan secara ketat melakukan pembinaan dan pengawasan. Hal ini untuk menjamin kinerja penjabat kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Seiring dengan upaya pembinaan, pengawasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah tentunya sangat diharapkan kerjasama seluruh lembaga dan elemen di masyarakat untuk turut mendukung dan mengawasi kinerja pemerintahan daerah di masa transisi agar tetap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," timpalnya.
Dia berujar, dalam demokrasi siapa pun berhak menyuarakan pendapat harus dihormati. Tetapi, tatkala hal itu menyangkut tata penyelenggaraan bernegara yang sudah ada aturannya, maka tidak dapat kemudian sebuah usulan diwujudkan dengan melanggar rambu yang telah digariskan pada peraturan perundang-undangan. (BB)
Editor : Redaksi