Sementara lebih khusus di Kabupaten SBB, kata Mercy,  saat ini telah beroprasi 8 sistem yang masing-masing 4 sistem dikelola langsung oleh  PT.  PLN (Persero) UP3 Masohi dan 4 sistem lainya dikelola oleh PT. PLN (Persero) UP3 Ambon.

Dengan rinciannya, UP3 Masohi mengelola sistem yang ada di  Buano,  Piru,  Taniwal dan sistem  Kairatu. Sementara 4 sistem yang ditangani oleh UP3 Ambon adalah sistem Manipa,  Tahalupu, Tomijaya dan Luhu.

“Dari 8 sistem ini, baru ada 3 sistem masing-masing Piru, Kairatu dan Manipa yang selama ini dapat dilayani secara full 24 jam, sedangkan sisanya yang 5 itu masih mendapat pelayanan selama 12 jam,” ungkapnya.

Dikatakan, berdasarkan hasil evaluasi ini terungkap sejumlah kendala yang dibahas antaranya kemampuan mesin pembangkit yang tidak memadai, baik dari sisi kapasitas maupun usia unit mesin diesel yang digunakan PLN.

“Ini yang menjadi pembahasan kita dalam pertemuan tadi. Dan solusinya adalah pengadaan mesin yang harus diperjuangkan,” tandasnya.

Meski demikian, Mercy mengakui persentase elektrifikasi di Kabupaten SBB, sudah mengalami kemajuan. Karena persentase yang dipaparkan sudah mencapai 90 persen lebih. Jumlah ini termasuk dihitung dengan energi yang bersumber dari suplai yang dilakukan pihak PLN sebesar 80 persen lebih dan tenaga diesel yang digunakan oleh masyarakat.

Untuk itu, kata Mercy, dari total 93 desa yang ada di Kabupaten SBB, 83 desa  diantaranya sudah teraliri listrik, sedangkan sisanya ada 10 desa yang belum teraliri listrik. Desa-desa itu meliputi Desa Laturaki, Lokia Sapalewa, Niniari, Manusa, Huku Kecil, Abio, Akiolo, Rambatu dan Rumberu.

“Desa-desa ini menjadi perhatian karena terkendala dengan akses jalan. Lokasinya juga berada di pengunungan, sehingga memerlukan perlakuan khusus. Tentunya dengan menambah mesin-mesin baru di sana,” bebernya.

Menurut Mercy, upaya untuk memenuhi pasokan listrik di Maluku dan khususnya Pulau Seram, beberapa waktu lalu pemerintah dalam hal ini PT. PLN (Persero) Pusat, sudah menyetujui untuk memenuhi pengadaan mesin sebanyak 52 PLTD untuk Maluku yang sempat tertunda di tahun 2019 lalu.       

“Saat itu memang ada kebijakan moratorium dan juga berlanjut ke masalah pandemi Covid-19 di tahun 2020, sehingga penganggaran tidak dapat dilakukan. Dan tahun ini telah disepakti, jumlah ini akan didatangkan ke Maluku,” urainya.