Sama sekali belum ada rekam jejak keberhasilan konstruksi proyek, apalagi operasi. Lompatan rancang bangun lebih dari 200 persen dari FLNG Prelude yang belum terbuksi sukses tersebut mulai menuai banyak pertanyaan dan kontroversi.

Angka 7.5 juta ton/tahun LNG itu kurang lebih sama dengan 4 unit kilang LNG di Arun, 3 unit kilang LNG di Bontang dan 2 unit kilang LNG di Tangguh, Papua.

Kenapa tidak dibangun di darat saja? Yang sudah terbukti sukses dilakukan di Indonesia, dengan keterlibatan pihak Indonesia yang lumayan besar, dengan peluang pengembangan industri hilir petrokimia yang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini, dengan peluang pengembangan wilayah dan masyarakat Maluku sekitar kilang LNG darat.

Proyek FLNG Prelude Australia sebagai proyek FLNG pertama dan terbesar di dunia, juga menuai banyak kontroversi. Dipuji banyak orang karena keberanian Shell melakukan terobosan teknologi, namun juga sangat dipertanyakan apakah FLNG Prelude ini sebuah proyek yang dianggap berhasil seperti tujuannya semula atau malah dianggap kegagalan total eksperimen teknologi FLNG Shell.

Shell menjuluki proyek FLNG Prelude ini sebagai Game Changer karena diharapkan dapat mengubah bahkan memutarbalikkan pola pikir pengembangan bisnis LNG. Dapat dibangun lebih cepat dari LNG darat karena tidak memerlukan penyiapan lahan, dengan tenaga kerja produktifitas tinggi di satu galangan kapal kelas dunia, dengan biaya yang lebih murah, dan kelak dapat dipindahkan dan dimanfaatkan ke tempat lain tanpa ada lagi investasi tambahan.

Namun, nyatanya pelaksanaan proyek FLNG Prelude tidak seindah harapan semula. Konstruksi proyek FLNG Prelude dimulai Oktober 2012 di galangan kapal Samsung, Korea dan kemudian mulai berproduksi Juni 2018.

Hampir 6 tahun dari mulai konstruksi sampai produksi LNG perdana. Ini lebih lambat 2 tahun dari rata-rata penyelesaian proyek LNG darat yang rata-rata satu tahun.