Dari data tersebut terlihat bahwa terjadi penurunan aktivitas kapal asing di perairan Indonesia, yang tertangkap apakah akibat dari masifnya upaya tangkap, atau pengawasan yang dilakukan KKP.

Ataukah sebaliknya karena pengawasan kurang sehingga sedikit kapal asing yang terdeteksi? Sebagai perbandingan satgas 155 di era menteri Susi periode 2014-2019 menangkap 516 kapal di mana 95% adalah kapal asing utamanya Vietnam.

Kami juga melihat salah satu persoalan mengapa persoalan IUU Fishing masih menjadi persoalan utama, khususnya di daerah perbatasan adalah karena minimnya perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Negara tetangga.

Kami meminta KKP menjabarkan persoalan kerjasama ini ke komisi IV, sebab masalah perikanan adalah persoalan transboundary spesies yang membutuhkan kerjasama antarnegara, yang berbatasan. Korea-China Joint Fisheries Committee bisa jadi salah satu contohnya.

Keenam, Impor Komoditas Perikanan. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor produk ikan, Krustasea, Moluska, dan kebutuhannya (HS 03) bernilai US$ 303,91 juta selama Januari-November 2019. Naik 6,19%, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sepanjang 2009-2018, nilai impor produk perikanan melonjak 195,76% secara point-to-point dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya adalah 13,08%.

Kebanyakan impor ikan Indonesia adalah dalam bentuk ikan segar, yang didinginkan atau beku (HS 034). Selama periode Januari-November 2019, impor komoditas ini bernilai US$ 180,93 juta atau 59,53% dari total impor perikanan.

Impor komoditas HS 34 terbanyak datang dari Norwegia. Dalam 11 bulan pertama 2019, impor HS 34 dari negara Skandinavia tersebut tercatat US$ 34,24 juta atau 17,93% dari total impor HS 34.

Impor produk perikanan selain untuk bahan baku diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 58/2018 tentang Rekomendasi Pemasukan Hasil Perikanan Selain Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Impor dibatasi hanya boleh untuk pemindangan, umpan, konsumsi hotel, restoran, catering, pasar modern, bahan pengayaan makanan, dan bahan produk olahan berbasis daging lumatan.

Ada hal yang perlu dipertanyakan yaitu mengapa harus mengimpor sesuatu yang bisa dihasilkan sendiri oleh negara kita? Jika industri yang menjadi alasannya, seharusnya pemerintah memperkuat sarana dan pra sarana khususnya logistik perikanan, agar ikan-ikan dari Ambon, Papua, NTT dll dapat memperoleh akses pasar ke industri.