BERITABETA.COM, Bula — Pemerintah Kabupaten [Pemkab] Seram Bagian Timur [SBT] didesak untuk menghentikan aktivitas PT Bureau Geophysical Prospecting [BGP] di kawasan Gunung Bati Kelusi dan Bati Tabalen, Kecamatan Kiandarat.

Desakan ini, menyusul adanya penolakan disertai pemasangan sasi adat oleh  masyarakat adat Bati Kelusy dan Bati Tabalean, terhadap PT BGP Indonesia dan PT Balam Energi Ltd untuk beroperasi di kawasan Gunung Bati pada, Selasa sore (26/7/2022).

"Kami mendesak Pemerintah Daerah [Pemda] SBT untuk menghentikan proses kerja PT BGP di Bati Kelusi, Kecamatan Kiandarat," ujar Ketua Dewan Pimpinan Daerah [DPD] Partai Mahasiswa Indonesia Provinsi Maluku, Muhammad Aswan Kelian dalam rilisnya yang diterima beritabeta.com di Bula, Kamis (28/7/2022).

Aswan menandaskan, saat ini masyarakat pada wilayah tersebut telah melakukan aksi pemalangan berupa pemasangan sasi adat [larangan] di lokasi beroperasinya perusahaan.

Untuk itu, dia meminta pihak perusahaan agar segera meninggalkan wilayah adat Bati dan mengganti rugi atas aktivitas eksplorasi yang sudah dilakukan beberapa waktu terakhir ini.

"Kami berharap ada keberpihakan Pemda SBT untuk warga Bati Kelusi dan Bati Tabalen," ujarnya.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam [HMI] Cabang Ambon ini mengaku sangat mendukung upaya masyarakat Bati yang mempertahankan wilayah adatanya dari kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan.

Menurutnya, permasalahan hak ulayat masyarakat adat sudah berulang-ulang terjadi di kabupaten bertajuk 'Ita Wotu Nusa' itu, sehingga dia menyarankan agar Pemda dan DPRD setempat harus melahirkan satu produk hukum tentang wilayah tanah adat di daerah itu.

"Kami tetap mendukung warga Bati Kelusi dan Bati Tabalen untuk mempertahankan wilayah adat yang sudah dititipkan oleh para leluhur, ini sebagai satu keharusan yang kita pertahankan. Apalagi SBT ini banyak hak wilayah adat dan harus ditata dengan baik," pungkasnya.

Sebelumnya, masyarakat adat Bati Kelusy dan Bati Tabalean, Kecamatan Kiandarat, menolak kehadiran Kedua perushaan tersebut, karena selama ini pihak perusahaan beroperasi tanpa pemberitahuan kepada masyarakat yang sudah turun temurun mendiami wilayah yang dikenal kesakralannya itu.

Penolakan puluhan masyarakat didampingi tim kuasa hukum ini ditandai dengan pemasangan sasi adat [larangan adat] oleh tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat di Dusun Bati Tabalen.

Imam Masjid Bati Tabalen, Yunus Rumalean dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, saat ini pihak perusahaan sudah melakukan pengoboran pada tiga titik di wilayah tersebut.

Kendati demikian, dia meminta kepada pihak perusahaan untuk membayar denda adat sebesar Rp 3 miliar atas kegiatan eksplorasi yang sudah dilakukan itu.

"Kami lakukan ini palang adat, Palang ini supaya perusahaan bayar denda dan tidak boleh lagi beroperasi disini [Gunung Bati] untuk selama-lamanya," tegas Yunus Rumalean (*)

Pewarta : Azis Zubaedi