BERITABETA.COM, Jakarta — Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Saadiah Uluputty, meminta negara dalam hal ini pemerintah pusat untuk serius memperhatikan semua lapisan masyarakat, termasuk masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan.

Anggota Komisi IV dari Daerah Pemilihan (Dapil) Maluku, ini menyampaikan hal ini sebagai kritik keras terhadap pidato kenegaraan Presiden RI Jokowi yang disampaikan pada 16 Agustus 2024.

Saadiah menilai dalam pidato tersebut, Presiden sama sekali tidak menyinggung tentang masyarakat adat, baik yang berada di wilayah pesisir maupun di kawasan hutan.

Padahal, pidato ini merupakan pidato kenegaraan terakhir dari Presiden, yang seharusnya mencerminkan perhatian terhadap semua lapisan masyarakat, termasuk masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan.

“Masyarakat hukum adat di Indonesia terus menghadapi ancaman terhadap hak-hak mereka. Hingga saat ini, perlindungan terhadap mereka masih sangat minim, dan ini terlihat jelas dalam pidato Presiden yang sama sekali tidak menyinggung soal ini,” beber Uluputty.

Ia mengurai, berdasarkan data dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), hingga Maret 2024, hanya 240 wilayah adat yang telah diakui secara resmi oleh pemerintah daerah, dengan luas mencapai 3,9 juta hektar.

Angka ini hanya 13,8% dari total wilayah adat yang telah teregistrasi, menunjukkan betapa rendahnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat.

Politisi PKS ini juga menyoroti bahwa tidak hanya masyarakat hukum adat di pesisir yang menghadapi masalah ini, tetapi juga mereka yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

Hingga saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru menetapkan pengakuan hutan adat seluas 244.195 hektar di 131 wilayah adat. Padahal, potensi hutan adat dari peta wilayah adat yang teregistrasi di BRWA mencapai 22,8 juta hektar.

“Presiden seharusnya menggunakan momen pidato kenegaraannya untuk menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perlindungan masyarakat adat. Sebagai bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, kita tidak boleh mengabaikan hak-hak mereka yang telah menjaga kearifan lokal dan kelestarian alam selama berabad-abad,” tegasnya.

Srikandi Maluku ini juga menyerukan agar pemerintah segera merumuskan dan mengimplementasikan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (UUMA) yang hingga saat ini belum disahkan.

Menurutnya, ketiadaan UU Masyarakat Adat membuat perlindungan terhadap masyarakat adat berjalan lambat dan sektoral, sehingga tidak ada jaminan perlindungan yang menyeluruh bagi mereka.

Uluputty berharap pemerintah dan seluruh pihak terkait segera mengambil langkah konkret untuk memastikan masyarakat adat mendapatkan perlindungan yang layak demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan mereka.

“Ketiadaan regulasi yang kuat membuka peluang bagi eksploitasi lingkungan dan penyingkiran masyarakat adat dari tanah mereka. Sudah saatnya negara hadir untuk memberikan perlindungan hukum yang layak bagi masyarakat adat di seluruh Indonesia,” tutup Saadiah (*)

Editor : redaksi