BERITABETA.COM, Ambon – Usia Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah 76 tahun (1945-2021). Meski begitu, pembangunan masyarakat Indonesia di berbagai sector khususnya pendidikan dinilai masih terjadi gap kewilayahan.

Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Dr. Abubakar Kabakoran mengemukakan, Indonesia merupakan negara demokrasi yang memungkinkan dirumuskannya kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Tujuan demokrasi untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dengan konsep mengedepankan keadilan, kejujuran dan keterbukaan. Demokrasi dalam kehidupan bernegara juga meliputi kebebasan berpendapat dan kedaulatan rakyat,” ungkap Dr. Abubakar Kabakoran kepada beritabeta.com di Ambon, Rabu (18/08/2021).

Ia menilai, pembangunan di daerah-daerah yang jauh dari pusat ibukota negara (Jakarta) semisal Maluku sering luput dari perhatian Pemerintah Pusat atau Pempus.

Daerah yang sedikit penduduk seperti Maluku, lanjut dia, dalam konteks pembangunan Pempus masih pakai ukuran populasi penduduk.

Kondisi demikian justru sangat merugikan Provinsi Maluku yang memiliki jumlah penduduk sedikit, atau tidak sebanding dengan wilayah pulau jawa dan Indonesia bagian tengah.

Menurutnya, pemerataan pembangunan untuk sebuah kesejahteraan itu sangat penting menuju masyarakat adil dan makmur.

“Hal tersebut sebagaimana yang dicita-citakan para pounding fathers negeri ini, yang sudah dituangkan dalam UUD 1945 dan falsafah Pancasila,” tegasnya.

Ia menoyroti pembangunan di sector pendidikan masih tampak disparitas (disparity) atau disimilaritas, distingsi, divergensi, kepincangan, kesenjangan, ketimpangan atau perbedaan.

Pempus masih jor-joran melaksanakan pembangunan di perkotaan atau wilayah yang memiliki kepadatan penduduk. Akibatnya, wilayah yang jauh dari pusat ibukota negara, kurang bahkan jarang tersentuh pembangunan.

“Di kawasan barat dan tengah laju perkembangan pendidikan cukup memadai dibanding dengan kawasan timur Indonesia khususnya lagi Maluku,” ungkap Abubakar.

Ia mencontohkan, Universitas Islam Negeri (UIN) muncul menjamur di kawasan barat (pulau jawa) dan tengah Indonesia (Sumatera – Kalimantan), hampir tidak dapat di hitung karena banyak jumlahnya.

Namun kondisi itu sangat bertolak-belakang dengan realitas yang terjadi di kawasan timur Indonesia khususnya lagi Maluku.

“Anda bayangkan saja, UIN di kawsasan timur Indonesai itu baru ada dua yaitu Mataram dan Makassar,” bebernya.

Untuk menjawab realitas itu dia menyarankan Pempus agar berlaku adil terhadap Maluku seperti yang dilakukan (Pempus) terhadap kawasan atau wilayah barat dan tengah Indonesia.

“Untuk memajukan Maluku salah satunya Pempus mesti memprioritaskan kampus IAIN Ambon menjadi UIN sebagai poros pengembangan pendidakan dan peradaban Islam di Maluku,” harap Abubakar.

Untuk menciptakan SDM berkualitas sejatinya dalam pembangunan sektor pendidikan Maluku, Pempus juga harus melaksanakannya seperti yang dilakukan terhadap daerah lainnya di kawasan barat dan tengah Indonesia.

Pempus, lanjut dia, dapat melakukan hal tersebut melalui kebijakan yang singkron dan strategis sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Selaku warga negara tentu kita mendukung Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh. Menjawab cita-cita itu, sumber daya manusia kita harus dibangun secara adil. Intinya putus disparitas antara barat dan timur,” pungkasnya. (BB-SSL)