Dorong Pemprov-DPRD Minta Pempus Tetapkan Maluku jadi Poros Maritim Indonesia
BERITABETA.COM, Ambon - Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus atau Otsus untuk Provinsi Papua, telah disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Kamis (15/07/2021) lalu.
Sikap Pemerintah Pusat (Pempus) memberi Otsus bagi Provinsi Papua terbilang istimewa. Hal itu berbanding terbalik dengan perjuangan delapan daerah di Indonesia termasuk Maluku yang ingin ditetapkan menjadi Provinsi Kepulauan, tapi nasibnya sampai sekarang tidak jelas alias mengambang.
Padahal, setiap pergantian Presiden-Wakil Presiden, RUU tentang Provinsi Kepulauan kerap disuarakan Maluku. Sialnya, perjuangan selalu kandas di meja parlemen DPR RI Senayan Jakarta.
Pempus diharapkan bersikap lebih fear dalam memabagi "kue kemerdekaan" kepada seluruh daerah di Indonesia tanpa pilih kasih.
Misalnya soal RUU Provinsi Kepulauan yang notabene merupakan usulan dari delapan provinsi itu bisa disahkan menjadi undang-undang,
Apa yang menjadi kelemahan sehingga perjuangan delapan daerah tersebut sampai sekarang belum ditetapkan menjadi Provinsi Kepulauan oleh Pempus?
Hendrik Jauhari Oratmangun Tokoh Muda Maluku - Inisiator Maluku Poros Maritim Indonesia berpendapat, yang perlu dipahami RUU tentang Propinsi Kepulauan mencakup 8 Propinsi.
Yaitu; Propinsi Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.
"RUU Kepulauan itu tidak hanya Maluku. Substansi RUU Propinsi Kepulauan adalah meminta Pemerintah Pusat memperhitungkan luas wilayah laut dalam perhitungan alokasi anggaran," kata Hendrik saat diwawancarai beritabeta.com, Jumat (30/07/2021).
Dalilnya, selama ini metode perhitungan alokas/peruntukan Dana Alokasi Umum atau DAU, dan Dana Alokasi Khusua (DAK), oleh Pempus hanya berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah daratan.
Dia menilai perjuangan terkait RUU Propinsi Kepulauan selama ini terkesan hanya Maluku yang paling aktif, sedangkan 7 Propinsi lainnya lebih pasif.
Menurut Hendrik, sudah saatnya Pemerintah Provinsi atau Pemprov dan DPRD Maluku mempertimbangkan kembali perjuangan (RUU Propinsi Kepulauan) yang melibatkan delapan Propinsi di atas.
Alasannya, karena Pemerintah Pusat akan sangat hati-hati dalam memutuskan RUU Propinsi Kepulauan untuk delapan provinsi tersebut.
"Karena otomatis akan mengubah struktur APBN yang sudah berjalan selama ini," kata Hendrik.
Ia mendorong Pemprov dan DPRD Maluku agar meminta Pempus menetapkan Maluku sebagai Poros Maritim Indonesia.
"Masih lebih baik Maluku meminta kepada Pemerintah Pusat untuk menetapkan (Maluku) sebagai Poros Maritim Indonesia. Dengan begitu, implementasi tuntutan Propinsi Kepulauan dapat lebih diterapkan khusus di Maluku,"jelasnya.
Apalagi, kata dia, dengan adanya keseriusan Pemerintah Pusat saat ini untuk mempercepat pembangunan fasilitas Lumbung Ikan Nasional atau LIN di Maluku.
"Ini semakin mempertegas posisi Maluku sebagai Poros Maritim Indonesia," imbuh Hendrik.
Sekedar diingat, Maluku sebagai Poros Maritim Indonesia telah dideklarasikan saat pembukaan Rapimnas II Pemuda Katolik di Gedung Siwalima, Karang Panjang Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Provinsi Maluku, Jumat malam, 28 November 2014 lalu;
Petikannya, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, hari ini Jumat 28 November 2014, kami putra dan putri Indonesia di Tanah Maluku menyatakan tekad bulat dengan segenap jiwa dan raga berjuang untuk menjadikan Maluku sebagai Poros Maritim Indonesia serta mengawal perjuangan untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Dan sebagai wujud konkret dari sikap ini, kami sepenuhnya mendukung perjuangan Pemerintah Provinsi Maluku dan seluruh rakyat Maluku dalam memperjuangkan:
Pertama, Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional. Kedua, Undang-undang Provinsi Kepulauan yang menjadi perjuangan bersama Pemerintah Provinsi Maluku dan enam provinsi kepulauan lainnya.
Dan juga secara resmi dalam Rapat Pimpinan Nasional II Pemuda Katolik ini, kami usulkan kepada Pemerintah Pusat di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla agar dapat menetapkan filosofi pembangunan “Membangun dari Laut ke Darat dengan Memuliakan Lautnya dan Berdiri Teguh di daratannya” sebagai filosofi pembangunan nasional dalam rangka mempertegas Indonesia sebagai negara bahari atau kepulauan maritim. (BB-SSL)