BERITABETA.COM, Ambon – Raja Negeri Tawiri, JNT, mantan Raja Tawiri JsT  serta dua anggota Saniri Negeri Tawiri JrT dan JRS ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Keempat tersangka diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dengan  menyalahgunakan Pendapatan Asli Negeri Tawiri yang bersumber dari hasil pembebasan lahan milik negeri setempat.

Pembebeasan lahan tersebut diperuntukkan untuk proyek pembangunan Dermaga dan Sarana/Prasarana Lantamal IX Ambon pada tahun 2015 lalu di Negeri Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon.

“Penetapan empat tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi sejumlah bukti dan hasil audit kerugian negara, yang mencapai Rp 3,8 M,” ungkap Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, Jumat (25/6/2021).

Menurut Wahyudi  dari alat bukti dan keterangan sejumlah saksi, empat tersangka ini dinilai yang paling bertanggungjawab atas penyimpangan yang terjadi pada proses pembebasan lahan tersebut. 

Dalam kasus ini sejumlah saksi telah diperiksa,  termasuk  Raja Tawiri, JNT dan stafnya. Mereka diperiksa setelah  salah satu saniri di  negeri tersebut melaporkan adanya dugaan penyimpangan yang terjadi antara tahun 2016 sampai 2017.

Kuat dugaan,  untuk memuluskan proses pembebasan lahan, Raja Tawiri  telah nekat mengesampingkan aturan, dengan menunjuk staf dan juga orang dekatnya  di bagian Kaur Umum Negeri Tawiri, SR, untuk membuat dokumen pembebasan lahan yang dananya bersumber dari APBN.

Kebijakan ini menyimpang dari mekanisme sebenarnya, karena tugas tersebut harusnya dilakukan oleh Sekretaris Negeri Tawiri inisial DH yang  masih aktif.  Selain itu, kesimpangsiuran pembayaran lahan juga menimpa  JS,  sebagai salah satu pemilk 11 objek lahan yang ikut dikapling untuk dermaga TNI AL.

Sampai saat  ini, Pemerintahan Negeri Tawiri baru membayar 5 objek dengan dana Rp 1,1 miliar. Seharusnya Pemerintahan Negeri Tawiri  membayar untuk lima objek  sebesar Rp 3,6 miliar (BB-DIO)