Sanksi Tegas dan Nasib Pemilihan 2020
![Gubernur Maluku Murad Ismail saat tampil membidik sasaran pada lomba menembak kategori pistol executive yang digelar dalam rangka HUT ke-75 Tahun 2020 ini, yang dilangsungkan di Lapangan Tembak Pistol Unit Raider 733 Masariku, Waiheru, Senin (21/9/2020).](/storage/img/2020/05/ongen-s33-ok-15711.jpg)
Pelangar protokol kesehatan dalam kegiatan Pemilihan yang dianggap dengan sengaja menghalangi penanggulangan wabah, dan dikenai sanksi dalam Pasal 14 ayat (1) UU 4/1984 dengan penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal 1 juta rupiah.
Demikian pula pelanggaran kekarantinaan kesehatan yang menyebabkan kedaruratan kesehatan dikenai sanksi dalam Pasal 93 UU 6/2018 dengan penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal 100 juta rupiah.
Penerapan sanksi pidana berdasarkan Pasal 212, 214 dan 2016 ayat (1) dapat diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan dalam Pemilihan yang dianggap tidak patuh terhadap perintah atau melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas.
Dalam hal ini penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu dalam tahapan Pemilihan. Atau dalam hal melawan polisi atau pihak yang berwenang dalam penanganan covid, dalam hal sedang menjalankan tugasnya untuk itu.
Ancaman maksimal atas jenis pelanggaran itu, apabila dilakukan secara berkelompok dikenai sanksi maksimal sesuai Pasal 214 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dari penjara 8 (pejabat luka-luka), 12 tahun (pejabat luka berat) sampai 15 tahun (pejabat mati).
Tantangan Berat Penyelenggara
Tidak mudah mengatur ritme penyelenggara Pemilihan dalam siuasi pandemi. Sesuai hasil RDP KPU akan menggodok perubahan PKPU 10/2020, dengan mengakomodasi poin 2 kesimpulan RDP dalam penerapannya terhadap 6 tahapan dalam poin 3 kesimpulan RDP, terutama berkaitan dengan larangan dalam masa kampnaye. Padahal masa kampanye akan segera dimulai dari tanggal 26 September 2020 dan berakhir 6 Desember 2020.
Berdasarkan jadwal tahapan dalam PKPU 5/2020, dalam tanggal 23 September 2020, akan dilakukan penetapan pasangan calon. Tanggal 24 September 2020 melakukan pengundian nomor urut, 25 September 2020 penyerahan laporan awal dana kampanye, dan berujung pada mulainya masa kampanye 26 September 2020.
Namun tugas inti teknis penyelenggaraan berulangkali terkoreksi dengan penyesuaian kegiatan tahapan sesuai protokol kesehatan. Desakan seperti ini, sepertinya ingin memastikan penyelesaian persoalan sedemikian normatif. Padahal sekali lagi, arakan massa saat pendaftaran jauh lebih dinamis penanganannya, baik dari sisi koordinasi, antisipasi maupun pengendaliannya.
Apakah ini problem normatif atau penegakannya? Sepertinya hal tersebut sudah dapat dijawab kesimpulan RDP dengan mengaitkan 4 UU dalam menegaskan sanksi pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan Pemilihan. Sebab perubahan PKPU hanya akan menjawab pengauran yang berulang, yang kemudian lebih ditegaskan kembali.
Namun ibarat berlari dengan menoleh ke belakang, begitulah kerja-kerja penyelenggara Pemilu dalam situasi ini. Kadang kami berhadapan dengan norma yang akan datang (ius contituendum), dengan kecepatan berubah dan beradaptasi dengan cepat, karena situasi dan masyarakat menghendakinya.
Tidak cukup perubahan PKPU dan sanksi tegas atau ditegaskan kembali. Bangsa butuh kesadaran semesta dari pasangan calon, pedukung, pemilih dan semua pihak untuk menyelamatkan pemilihan dan keselamatan kesehatan segenap anak negeri ini. (***)