BERITABETA.COM, Ambon – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, menuntut dua terdakwa anggota Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease dengan hukuman 10 tahun penjara.

Tuntutan ini dibacakan JPU Kejari Ambon Eko Nugroho dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon Pasti Tarigan (ketua), didampingi dua hakim anggota, Rabu (19/05/2021).

Dua oknum anggota Polisi itu adalah Muhammad Romi Arwanpitu (38), dan San Herman Palijama (34). Mereka dituntut hukuman penjara karena terlibat perlara jual beli senjata api (senpi), dan amunisi ke Provinsi Papua.

Dalam perkara jual beli senjata api (senpi) dan amunisi ke Provinsi Papua ini ada delapan terdakwa.

Mereka dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama menerima, menyerahkan, membawa, menguasai, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan senjata api dan amunisi tanpa hak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12/ 1951.

"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12/1951 tentang mengubah Ordonnantie Tijdelikke Bijzondere Strafbepalingen (STBL 1948 No 17) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," pinta Eko Nugroho JPU Kejari Ambon saat membacakan amar tuntutan dua terdakwa dalam persidangan ini.

Dalam perkara yang sama, JPU juga menuntut empat terdakwa lainnya (warga sipil) dengan hukuman delapan tahun karena terlibat dalam kasus penjualan senpi dan amunisi.

Terdakwa Sahrul Nurdin (39) dituntut 12 tahun penjara. Sedangkan Andi Tanan (50), Handri Morsalim (43), dan Ridwan Mohsen Tahalua (44), dituntut delapan tahun penjara.

Menurut JPU, hal yang memberatkan para terdakwa hingga dituntut hukuman penjara, itu karena perbuatan mereka telah meresahkan masyarakat. Apalagi senjata api dan amunisi yang dijual itu dipakai untuk merongrong Negara Kesatuan Republic Indonesia.

Untuk terdakwa Sahrul Nurdin, pernah dihukum dan menjadi pelaku utama dari peredaran senjata api secara illegal tersebut.

San Herman Palijama, oknum anggota Polresta Pulau Ambon diketahui sudah dua kali menjual senjata api laras panjang ke Papua.

Sedangkan Muhammad Romi Arwanpitu (oknum anggota Polresta Pulau Ambon), juga pernah dihukum dalam kasus narkoba.

Hukuman yang meringankan para terdakwa karena selama persidangan dinilai sopan dan mau mengakui seluruh perbuatan mereka.

Sesuai dakwaan JPU menerangkan, perbuatan para terdakwa terjadi sejak 2020 dan 2021 di beberapa tempat. Yaitu; Pangkalan Ojek Desa Batu Merah, Pasar Arombai Mardika, Pasar Mardika Ambon, Bawah Jembatan Merah Putih, dan kawasan Kapahah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Provinsi Maluku.

JPU mengungkapkan, saat itu para terdakwa bersama-sama dengan Wellem Taruk (terdakwa dalam berkas perkara tersendiri yang diajukan penuntutan secara terpisah/splitching), dan Atto Murib (DPO), turut serta sengaja menerima, menyerahkan, membawa, menguasai, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan senjata api dan amunisi tanpa hak.

Kejiadian ini bermula saat Murib (pemilik tambang emas di km 54 Kabupaten Nabire, Provinsi Papua), berkenalan dan meminta Taruk yang berdomisili di Ambon, agar mencari senjata api dan amunisi untuk dibeli. Sebab Ambon bekas daerah konflik.

Atas permintaan Murib, Taruk lalu mencari senpi dan amunisi di Kota Ambon. Lalu Taruk berkenalan dengan terdakwa Sam. Dia menanyakan senpi rakitan pada Sam.

Usai mendengar perkataan Taruk, kemudian Sam menyatakan dirinya akan mencari senpi rakitan. Sam lalu menghubungi Iwan Touhuns, warga Rumahkay yang hingga kini masih DPO, untuk mencari senjata api rakitan.

"Iwan Touhuns menyampaikan kepada terdakwa 2 (Sam) dia akan mengecek ke iparnya terlebih dahulu, dan apabila ada maka dia akan menghubungi Terdakwa 2," beber JPU dalam persidangan itu.

JPU menyatakan, pada Oktober 2020 Iwan menghubungi Sam, sebab ada senpi rakitan jenis SS-1 (senjata organik), yang bisa dibeli dengan harga Rp8 juta.

Setelah menerima kabar ini, Sam kemudian pergi ke Desa Rumah Kai untuk melihat senpi tersebut.

Usai memastikan senpi itu ada dan masih berfungsi (layak pakai), Sam lalu memberitahukan ke Taruk kalua dia sudah dapat senpi rakitan dengan harga Rp.20 juta.

Besoknya, lanjut JPU, Taruk datang dengan mobil Avansa Veloz hitam. Disini dia menunggu Sam. Lalu Sam bertemu dan serahkan senpi rakitan usai Taruk memberikan uang sebesar Rp20 juta.

Usai menjual senjata api rakitan ke Taruk, kemudian Sam ke Desa Rumah Kai untuk membayar harga senpi yang sudah dibeli dari Iwan seharga Rp8 juta.

"Desember 2020 terdakwa 2 ini kembali mendapatkan informasi dari Iwan bahwa ada senjata rakitan yang mau dijual dengan harga Rp6 juta," kata JPU.

Setelah mendengar kabar atau informasi tersebut, Sam lalu menghubungi Taruk. Dia menginformasikan lagi kalua ada senpi yang didapat dengan harga yang sama Rp20 juta.

"Waku itu Welem langsung transfer uang ke rekening terdakwa 2," ucap JPU.

Setelah mendapatkan uang tersebut, terdakwa 2 (Sam), kemudian berangkat ke Desa Rumah Kai bertemu Iwan dan menyerahkan uang Rp6 juta. Usai serahkan uang, Iwan lalu pergi mengambil senjata api di Desa Kamariang.

Iwan kembali membawa senpi rakitan jenis SS1 lalu diserahkannya ke terdakwa 2. Seterusnya ia membawa senpi itu ke rumahnya di Desa Pia, Kecamatan Saparua.

Lalu pada Januari 2021, Welem datang mengambilnya/ selanjutnya dia membawa senpi ini melalui rute Seram dengan menumpangi kapal Feri menuju ke Provinsi Papua.

JPU juga mengungkapkan, pada Agustus 2020 di Pangkalan Ojek Lorgi Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau, Kota Ambon Provinsi Maluku, terdakwa M Romi Arwanpitu (oknum anggota polisi), sebelumnya mendapatkan senpi laras pendek jenis pistol dari saksi Amirudin Lessy, anggota TNI AU, dalam perkara ini dia diproses pidana militer.

Usai dapat pistol, Romi lalu bertemu terdakwa Ridwan Mohsen Tahalua. Menurut JPU, Romi berbisik ke telinga Ridwan kalau ada senpi dan menawarkan untuk menjualnya.

"Ada senjata, bisa jual ini tidak? sambil terdakwa Romi mengangkat baju dan menunjukkan pistol saat itu terselip di pinggangnya," ungkap JPU.

Setelah melihat ada pistol di samping pinggang Romi, disini Ridwan mengaku akan menjualnya. Disini Romi mengaku pistol tersebut bekas konflik. Dia lalu meminta untuk menjualnya dengan harga Rp5 juta.

"Pistol itu kemudian dibawa ke Pasar Arumbai di Ambon untuk ditawarkan ke Sahrul Nurdin yaitu terdakwa I," kata JPU.

Sahrul, lanjut JPU, kemudian membeli pistol ini dengan harga Rp5 juta. Uangnya diserahkan secara bertahap. Lalu uang itu diserahkan ke Romi, oknum anggota Polsi.

JPU juga membeberkan, pada awal tahun 2020 lalu, terdakwa V yaitu Handri Morsalim, memiliki senpi laras pendek rakitan beserta satu amunisi, yang sebelumnya milik mertuanya.

Handri lalu bertemu terdakwa Sahrul di Pasar Mardika. Kemudian beritahu kalua dia punya senpi. Seterusnya Sahrul mendatangi rumah Handri untuk membeli senpi laras pendek, beserta satu dus full amunisi dengan harga Rp1 juta.

Seterusnya pada November 2020, kata JPU, terdakwa VI Andi Tanan yang bersahabat dengan Welem Taruk (DPO), lalu mencari saksi Milton Sialeky, oknum anggota TNI AD, yang diproses pidana militer.

Untuk pertama, lanjut JPU, pembelian 100 butir peluru kaliber 5,56 sekitar November 2020, bertempat di bawah Jembatan Merah Putih  dengan harga Rp500.000.

Pembelian kedua, lanjut JPU, terjadi pada November 2020 di depan rental mobil Toking. Saat itu saksi Milton Sialeky menjual 100 butir peluru kaliber 5,56 dengan harga Rp500.000 kepada terdakwa VI.

Lalu pembelian amuni kali ketiga sekitar Januari tahun 2021 di depan gereja Pantekosta, Kawasan Lampu Lima Kecamatan Sirimau Kota Ambon, kurang lebih pukul 23.00 Wit.

Saat ini, kata JPU, Milton menjual sebanyak 400 peluru kaliber 5,56 mm ke terdakwa VI seharga Rp1 juta. Terdakwa VI membeli amunisi dari Milton dengan menggunakan uang yang di kirim Atto Murib.

Kemudian terdakwa VI bertemu dengan Welem Taruk di depan Gereja Pantekosta sekitar Januari 2021 pukul 22.00 WIT, sesuai perintah Atto Murid untuk mengambil amunisi tersebut.

Welem lalu datang bertemu Terdakwa VI dan seterusnya mengambil amunisi dan membawa pergi.

JPU juga menyatakan saat penangkapan, Welem Taruk kedapatan membawa barang bukti.

Diantaranya, satu pucuk senpi Iaras pendek asli jenis Revolver, tujuh peluru kaliber 0,38, 600, peluru kaliber 5,56 mm, senjata api Iaras panjang dan magazine. (BB-RED)