BERITABETA.COM, Ambon – Warga Kota Ambon dinilai belum memahami sepenuhnya tentang regulasi yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat (Pempus) tentang PPKM Mikro Diperketat dan PPKM Darurat.

"Kurangnya pemahaman terhadap regulasi, membuat masyarakat banyak yang salah kaprah antara PPKM Mikro Diperketat dan PPKM Darurat,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon, Joy Adriaansz  kepada wartawan di Balai Kota Ambon, Rabu (14/7/2021).

Menurutnya, Pemerintah Pusat beberapa waktu lalu telah menerbitkan Instruksri Mendagri Nomor 20 Tahun 2021, yang mencakup beberapa perubahan pada Instruksi Mendagri Nomor 17 Tahun 2021.

Dalam regulasi itu, kata dia, telah tercantum bahwa Kota Ambon dan Kepulauan Aru masuk dalam PPKM Mikro Diperketat bersama kabupaten/kota lain.

Antaranya, Kota Banda Aceh, Kota Sibolga, Solok, Pekanbaru, Kabupaten Natuna, Kabupaten Bintan, Kota Jambi, Lubuk Linggau Palembang, Kota  Bengkulu, Metro, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Bulungan, Kota Manado,Tomohon,Palu, Kendari, Kabupaten Lembata, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Boven Digoel, dan Kota Jayapura; Kabupaten Fak Fak, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama.

Sementara daerah yang masuk dalam PPKM Darurat antara lain Medan, Buktitinggi, Padang, Padang Panjang, Batam, Tanjung Pinang, Bandar Lampung, Pontianak, Singkawang, Kabupaten Berau, Kota Balikpapan, Bontang, Mataram, Kabupaten Manokwari, dan Kota Sorong.

“Disebut PPKM Darurat karena ada wilayah kabupaten/kota di luar Pulau Jawa dan Bali yang masuk dalam kriteria situasi darurat, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Instruksi Mendagri Nomor 17  Tahun 2021    tentang    Perpanjangan PPKM  Mikro  dan mengoptimalkan  Posko Covid-19 di  tingkat  desa  dan  kelurahan,”jelasnya.

Joy menjelaskan, untuk kota Ambon karena masuk kategori wilayah PPKM Mikro Diperketat, sehingga masih berpedoman pada Instruksi Walikota Nomor 3 Tahun 2021 yang merupakan tindaklanjut dari Instruksi  Mendagri 17 Tahun 2021.

Ia mengetakan, perbedaan PPKM Mikro Diperketat dan PPKM Darurat antara lain; aturan Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO).

Berdasarkan Instruksi Mendagri Nomor 20 tahun 2021, untuk PPKM Darurat, perkantoran dibagi menjadi sektor non esensial, esensial, dan kritikal, dimana untuk sektor non esensial ditetapkan 100% bekerja dari rumah (WFH).

Sementara sektor esensial yang berkaitan keuangan dan perbankan khusus asuransi, bank, pegadaian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan yang berorientasi pada pelayanan fisik dengan pelanggan (customer) dapat beroperasi dengan 50% staf untuk lokasi pelayanan, dan 25% untuk adiministrasi perkantoran.

Untuk sektor esensial yang mencakup pasar modal, teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media terkait dengan penyebaran informasi kepada masyarakat, perhotelan non karantina; dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal  50% persen  staf.

Sementara untuk industri orientasi ekspor, beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% persen staf di fasilitas produksi/pabrik, serta 10% persen untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional.

Selanjutnya, esensial pada sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25% maksimal staf Work From Office (WFO) dengan protokol kesehatan secara ketat.  Untuk kritikal seperti kesehatan, keamanan dan ketertiban masyarakat; dapat beroperasi 100% staf tanpa ada pengecualian.

Sedangkan, penanganan bencana, energi, logistik, transportasi dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat, termasuk untuk ternak/hewan peliharaan, pupuk, semen dan bahan bangunan, obyek vital nasional, proyek strategis nasional, konstruksi (infrastruktur publik), utilitas dasar (listrik, air dan pengelolaan sampah), dapat beroperasi dengan ketentuan 100% persen.