BERITABETA.COM, Ambon - Bentrokan yang melibatkan warga Bombay dan Elat, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Sabtu (12/11/2022), maupun rangkaian konflik kecil antara warga Banda Eli dan Kailolo di Kota Ambon Provinsi Maluku, hanya menuai kerugian bagi kedua belah pihak.

Direktur Ambon Reconciliation and Mediation Center (ARMC) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Dr. Abidin Wakano, mengajak dan mengimbau, warga yang berkonflik di dua lokasi berbeda tersebut untuk menahan diri.

"Terkait bentrok antar warga di Kei Besar kemarin, masyarakat Maluku pada umumnya harus hati-hati atau waspada! Jangan mudah digiring atau diprovokasi ke isu agama,"imbau Abidin Wakano kepada beritabeta.com Minggu malam, (13/11/2022).

Misalnya, mengenai desas desus pembakaran masjid saat bentrok antar warga di Kei Besar, ternyata di lapangan tidak ada pembakaran rumah ibadah. Sebaliknya, itu hanya isu sesat yang beredar melalui media sosial.

"Masyarakat Maluku jangan mudah diprovokasi dengan isu seperti ini,"anjurnya.

Abidin menjelaskan, sama sekali konflik antar warga di dua lokasi berbeda tersebut hanya berawal dari perselisihan orang per orang saja, tetapi kemudian digiring ke isu etnis.

Lagi-lagi, ihwal tersebut jangan direkayasa atau dimanfaatkan oleh kelompok tertentu ke issue agama.

Ia mengingatkan seluruh masyarakat di Provinsi Seribu Pulau itu harus berkaca pada peristiwa kelam yakni konflik horizontal 1999 silam.

Abidin mengugkapkan, Maluku punya pengalaman dalam pengelolaan konflik horizontal, dan punya ketahanan yang bagus pasca konflik 22 tahun lalu.

"Kita sudah berhasil melakukan rekonsiliasi, recovery dan damai, mestinya ini dijadikan sebagai modal sosial kita untuk masing-masing melakukan peran seperti tidak boleh terprovokas dengan isu yang membelah keakraban antar sesama orang basudara,"tegasnya.

Ia menyerukan seluruh elemen masyarakat untuk menjadi kekuatan pendamai, guna melawan berbagai bentuk provokasi sesat yang ditebar oknum tertentu demi membenturkan sekaligus memecah-belah masyarakat Maluku.

Sebalilknya, masyarakat Maluku dapat melawan provokasi yang bertujuan mengacaukan situasi keamanan itu dengan menjadi penebar "provokasi kebaikan".

"Terhadap korban baik yang meninggal dunia dan luka-luka, kita semua memberi empati, dan berharap aparat keamanan harus menindak secara tegas para pelaku tindak kekerasan,"timpalnya.

Apalagi, sampai ke tingkat pembunuhan dan pembakaran rumah-rumah warga, mulai dari kasus di Kebun Cengkeh kawasan Batu Merah Atas Kecamatan Sirimau Kota Ambon, demikian juga di Kei Besar, Maluku Tenggara. "Aparat keamanan harus hadir, dan harus tanggap,"imbuhnya.

Dosen IAIN Ambon ini pun mengajak seluruh masyarakat Maluku untuk bersatu serta menjaga dan memelihara situasi kamtibmas di Maluku agar tetap kondusif.

"Mari semua kekuatan masyarakat bersatu termasuk para tokoh dari dua komunitas, seperti tokoh adat, tokoh agama, patut duduk bersama guna mencari solusi. Suara-suara kedamaian kita tidak boleh dikalahkan oleh berbagai bentuk provokasi,"tambah Abidin.

"Kita [Orang Maluku] punya pengalaman traumatik. Konflik pada 1999 lalu, itu terlalu sakit, dan kita semua rugi. Saya kira itu cukup menjadi bahan pembelajaran, supaya jangan terulang lagi. Sekali lagi, masyarakat Maluku jangan mudah terprovokasi,"pungkasnya.  (*)

 

Editor : Samad Vanath Sallatalohy