BERITABETA.COM, Ambon – Tan Lie Tjen alias Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa adalah terdakwa dalam kasus penjualan lahan kepada PT PLN untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 Mega Watt di Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku sebesar Rp6,4 miliar.

Sidang dengan agenda pembacaan putusan digelar majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada kantor Pengadilan Negeri Ambon dipimpin Pasti Tarigan (ketua), beranggotakan Ronny Felix Wuisan dan Hakim Adhoc Jefta Sinaga, Jumat (06/08/2021), membebasakan Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa dari segala dakwaan atau tuntutan jaksa penunut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Maluku.

Berdasarkan amar putusan majelis hakim menyatakan, dua terdakwa ini tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam jual beli lahan untuk proyek pembangunan PLTMG di Namela.

"Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa dibebaskan dari semua dakwaan primer maupun subsider dan memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan, memulihkan hak dan martabat para terdakwa, serta membebankan biaya perkara kepada negara," ucap Pasti Tarigan didampingi Ronny Felix Wuisan dan Hakim Adhoc Jefta Sinaga, saat membacakan putusan dua terdakwa dalam persidangan yang digelar secara virtual, Jumat (06/08/2021).

Dalil majelis hakim dalam amar putusan menyatakan, dakwaan JPU terhadap dua terdakwa ini tidak terbukti. Majelis hakim juga mengklaim, proses jual beli lahan sudah sah serta tidak adanya unsur kerugian keuangan negara.

Menurut majelis hakim, Fery Tanaya membeli lahan itu pada 7 Agustus 1985 dari keluarga waris Serhelawan, yang menurut JPU objek dimaksud merupakan tanah erfpacht atau hak barat dan telah menguasainya selama 31 tahun.

Sebelum pembayaran atau ganti rugi lahan, kata majelis hakim, pihak PLN telah menyurati BPN untuk mengukur (lahan) yang dibeli dengan harga Rp6,4 miliar sesuai bukti akta jual-beli serta surat kepemilikan lahan berdasarkan keterangan sejumlah saksi dalam persidangan diantaranya Husein Wamnebo serta Talim Wamnebo.

"Terkait status tanah hak barat itu terdakwa tidak mengetahuinya. Mereka baru pahami setelah jaksa melakukan proses hukum perkara ini," ungkap majelis hakim.

Majelis hakim pun mengklaim, dua terdakwa tersebut tidak mencari keuntungan semata dari penjualan lahan dimaksud, sebab PLN ingin membeli (lahan) itu untuk proyek strategis nasional yang membawa manfaat bagi kepentingan umum.

Setelah membacakan putusan majelis hakim memberikan waktu untuk JPU Achmad Attamimi selama tujuh hari untuk mengajukan sikap selanjutnya. Majelis hakim lalu menutup persidangan.

Sebelumnya, Tan Lie Tjen (Ferry Tanaya), dan Abdul Gafur Laitupa, ditahan oleh Kejati Maluku di Rumah Tahanan Negara atau Rutan Kelas IIA Ambon di Waiheru Kecamatan Teluk Ambon, Provinsi Maluku.

Terkait perkara ini sebelumnya Ferry Tanaya, dua kali mengajukan praperadilan atas status tersangka yang disematkan penyidik Kejati Maluku terhadap dirinya.

Praperadilan pertama pada September 2020. Saat itu Ferry menang hakimnya yang mengadili dan memeriksa perkara praperadilan saat itu adalah Rahmat Selang. Status tersangka Ferry pun gugur.

Namun Praperadilan kedua ditolak, sebaliknya majelis hakim PN Ambon memenangkan pihak Kejati Maluku. Ferry tetap berstatus tersangka. Proses hukum lanjut di pengadilan.

Diketahui, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP Perwakilan Maluku menemukan kerugaian negara senilai Rp.6,1 miliar.

Meski begitu, seluruh alat bukti yang sudah dimasukan tim penyidik Kejati Maluku dalam BAP dua terdakwa itu semuanya dipatahkan oleh majelis hakim Tipikor dalam persidangan di kantor PN Ambon, Jumat 06 Agustus 2021.

Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa dinyatakan tidak bersalah alias tidak melakukan kejahatan dalam jual beli lahan untuk proyek pembangunan PLTMG di Namlea Kabupaten Buru. (BB-RED)