BERITABETA.COM, Ambon – Setelah menetapkan dua tersangka dan menang sidang praperadilan, penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku justru tidak menahan dua tersangka dalam perkara korupsi proyek pengadaan lahan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Namlea Kabupaten Buru, Provinsi Maluku.

Dua tersangka itu adalah; Ferry Tanaya dan Abdul Gani Laitupa. Mereka hingga Senin (05/04/2021) tidak ditahan oleh penyidik Kejati Maluku, meski sudah berstatus tersangka.

Padahal, upaya penahanan penting dilakukan oleh penyidik untuk mencegah agar (tersangka) tidak menghilangkan barang bukti.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Maluku Sammy Sapulette berdalih, proses penyidikan masih berjalan.

Dia tidak menjelaskan secara detil tentang alasan mengapa dua tersangka itu tidak ditahan. Apakah dijadikan sebagai tahanan kota, juga belum ada penjelasan resmi dari pihak Korps Adhyaksa Maluku.

“Ikuti saja masih ada pemeriksaan lagi,” kata Sammy Sapulette melalui pesan teks yang disampikannya dalam Group Whats’App Forum Wartawan Kejati Maluku, Senin (05/04/2021).

Apakah dua tersangka itu akan diperiksa lagi? “Setahu saya sudah diperiksa. Kapan diperiksa saya sudah tidak ingat lagi persisnya kapan,” tutur mantan Kepala Seksi Penyidikan Kejati Maluku ini.

Menyinggung apakah pihak dari PT. PLN Maluku-Maluku Utara memang tidak bersalah dalam kasus ini? “Sejauh ini hanya dua tersangka (Ferry Tanaya dan Abdul Gani), itu saja yang ditetapkan penyidik,” kata Sammy.

Sebelumnya, permohonan untuk tidak dilakukan penahanan di tahap penyidikan untuk tersangka Abdul Gani Laitupa, disampaikan oleh kuasa hukumnya, Roza Tursina Nukuhehe, kepada Jaksa Penyidik, pada 8 Maret 2021 lalu.

"Saat itu saya sendiri yang mengajukan permohonan kepada Jaksa Penyidik untuk tidak dilakukan penahanan terhadap klien saya, dengan melampirkan surat keterangan sakit dari dokter. Dan saat itu juga langsung dikabulkan," kata Roza kepada wartawan Senin, (22/03/2021) lalu.

Seperti dilansir beritabeta.com sebelumnya, Tan Lie Tjen alias Ferry Tanaya diperiksa jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku selama tiga jam lebih, atau sejak pukul 11.10 WIT hingga pukul 14.15 WIT, Kamis (18/03/2021) lalu.

Tersangka diperiksa oleh dua jaksa penyidik yaitu; I. Gede Widhartama dan Ye Oceng Almahdali. FT digilir selama tiga jam. Tersangka dicecar sebanyak 42 pertanyaan oleh jaksa penyidik.

Ia diperiksa jaksa penyidik seputar perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk proyek pembangunan PLTMG milik PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara di 10 MV di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru tahun anggaran 2016 merugikan negara sebesar Rp 6.081.722.920,- (Rp.6 miliar lebih).

Namun usai diperiksa Ferry tidak ditahan. Saat tu, pihak Kejati Maluku membiarkannya pulang bersama tim kuasa hukum dalam hal ini Herman Adrian Koedoebone dan Firel Sahetapy.

Diketahui, kasus ini selain Ferry juga melibatkan mantan Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 6.081.722.920.

Kerugian negara Rp.6 miliar lebih itu terjadi dalam jual beli lahan untuk PLTMG, ditengarai akibat kecerobohan Ferry Tanaya, dan mantan Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu dijual oleh Ferry Tanaya kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara, untuk pembangunan PLTMG 10 MV. Indikasinya terjadi ada penggelembungan harga.

Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP hanya senilai Rp.36.000 per meter kubik persegi. Tapi, diduga ada kongkalikong antara oknum PT. PLN Wilayah Maluku - Maluku Utara, juga oknum BPN Kabupaten Butu dan penjual lahan tersebut.

Diduga terjadi markup atau harga lahan itu didongkrak naik menjadi Rp.131.600 per meter. Padahal bila proses transaksi antara Ferry Tanaya dan pihak PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara dilakukan merujuk NJOP sebenarnya, maka harga lahan yang wajib dibayar oleh PT PLN hanya senilai Rp1.751.238.000.

Indikasi ketentuan NJOP ini diabaikan alias tidak dipakai sepenuhnya dalam proses jual beli lahan tersebut. (BB-RED/SSL)