Hendrik Lewerissa: 16 Tahun Pempus Setengah Hati Wujudkan RUU Daerah Kepulauan menjadi UU
BERITABETA.COM, Ambon – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) daerah pemilihan Provinsi Maluku, Hendrik Lewerissa menyatakan masalah otonomi khusus atau Otsus Papua harus didudukan secara benar.
Ia mengatakan, sesungguhnya sudah ada UU tentang Otonomi Khusus Papua yaitu UU No. 21 Tahun 2021. UU ini terakhir diubah dengan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Jadi, itu bukan UU yang baru,” kata Hendrik Lewerissa saat di konfirmasi beritabeta.com Jumat malam (30/07/2021), terkait sejauhmana DPR RI memperjuangkan RUU tentang Provinsi Kepulauan usulan dari Maluku dan 7 provinsi lainnya di Indonesia.
Anggota Fraksi Gerindra ini mengungkapkan, perjuangan politik untuk mengatur daerah Provinsi Kepulauan itu dalam suatu rezim hukum yang berbeda baru sebatas Rancangan Undang Undang (RUU Daerah Kepulauan).
Memang, kata dia, perjuangan untuk menjadikan RUU tersebut menjadi UU sudah lama yakni hampir 16 tahun.
Diakuinya, saat ini RUU Daerah Kepulauan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas poritas tahun 2021.
RUU Daerah Kepulauan ini diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), sampai sekarang belum ada pembahasan terhadap RUU dimaksud.
Oleh karena itu, menurut Hendirik, dorongan dari Pemerintah Daerah Kepulauan baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten dan Kota harus lebih di tingkatkan lagi.
Ia menggaris bawahi perjuangan RUU Daerah Kepulauan ini tidak hanya menyangkut Maluku, tetapi bertalian juga dengan sekian Provinsi serta Kabupaten dan Kota Kepulauan di Indonesia.
“Bukan hanya soal Maluku saja, inilah yang harus dipahami terlebih dahulu,” tambah Hendirk.
“Sebagai anggota Badan Legislasi di DPR RI saya tekankan dari DPD dan DPR RI, niat untuk menjadikan RUU Daerah Kepulauan sebagai Undang-undang Daerah Kepulauan sudah bulat. Masalahnya adalah dari pihak Presiden dalam hal ini Pemerintah Pusat,” tegasnya.
Ia lalu balik mempertanyakan apakah Pemerintah Pusat bersungguh-sungguh ingin RUU ini menjadi UU?
“Saya melihat niat itu belum bulat alias masih setengah hati. Pemerintah beralasan, konsekswensi pembiayaan kepada keuangan negara menjadi faktor utama bagi Pemerintah. Apalagi di tengah kondisi keuangan yang sangat berat saat ini,” ungkap Magister Law School of Temple University, Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat ini. (BB-SSL)