“Di kawasan Wailete tempat kos kami itu, ada tempat Mebel milik orang Bugis. Nah saya dan teman-teman juga kerja disitu bantu beliau (pemilik mebel). Tujuan kami kerja di mebel itu agar kami bisa makan saja,” tutur Julkisno.

Selain itu jika tidak punya uang kebutuhan tiap hari, dia dan rekan-rekannya rebus dan goreng pisang demi mengganjal perut.

Suatu ketika, kenang Julkisno, dalam bulan puasa karena tidak punya uang untuk membeli takjil, ia dan teman-temannya terpaksa berbuka puasa (iftar) dengan Sangkola (makanan khas orang Buton, Sulawesi Tenggara, bahannya dari ubi singkong/kasbi.

Kondisi itu dialami hingga tersisa satu bulan dia lulus SMA. Julksino lalu pindah dan tinggal bersama kakak sepupunya yang berdinas di Kompi B Batalyon 733 Masariku Waiheru.

Uniiknya masih jadi peserta ujian nasional SMA, Julkisno sudah mendaftar untuk menjadi anggota Polri. Pengumuman Calon Bintara atau Caba Polri disampaikan pihak Polda Maluku di sekolahnya (SMA Negri 7 Ambon), meungubah nasibnya.

Meski belum kantongi ijazah SMA, karena belum ujian nasional, Julkisno mendaftar pakai surat keterangan dari Kepala SMA Negeri 7 Ambon.

“Angkatan SMA dan sederajat saat itu pertama kali diberlakukan ujian nasional dengan system oles computer. Alhamdulillah saya lulus. Tapi ijazah belum terima,” tambah dia.

“Kebetulan saat itu pihak Polda Maluku datang ke sekolah kami sampaikan pengumuman tentang seleksi Caba Polri. Bagi peserta yang sudah lulus SMA meski belum terima ijazah diberi keringanan untuk mendaftar pakai surat keterangan dari Kepala Sekolah,” bebernya.