Penetapan kursi  hasil Pemilu 2024 sekitar Mei-Juni, sedangkan pengumuman dan pendaftaran paslonn dalam Pemilihan sekitar Agustus – September 2024. Parpol akan memiliki waktu yang sangat terbatas dalam memutuskann calonnya, dalam mengikuti Pemilihan.  Apalagi parpol akan mengajukan calonnya untuk mengikuti 33 Pemilihan tingkat Provinsi dan 508 kabupaten/kota.    

Kedua, verifikasi parpol peserta Pemilu  lebih dimaksimalkan pada Pemilu 2024. KPU mengalokasikan tahapan persiapan pendaftaran parpol selama 120 hari, dan tidak lagi melakukan verifikasi faktual terhadap parpol yang lolos ambang batas 4 % hasil Pemilu 2019.  Selama 120 hari itu parpol  akan menginput persyaratannya sebagai calon peserta Pemilu melalui aplikasi Sipol.  Tidak seperti tahapan Pemilu 2019,  tidak terdapat cukup waktu tahapan persiapan, karena UU Pemilu disahkan 2 har sebelum dimulainya tahapan Pemilu.

Ketiga, sebagian atau seluruh tahapan dapat berlangsung dalam situasi pandemi Covid-19. Karena itu perlunya adanya payung hukum penyelenggaraan Pemilu dalam situasi pandemi. Hal ini menjadi penting, karena hanya Pemilihan yang pernah dilaksanakan dalam situasi pandemi, sehingga telah memiliki paying hukum baik melalui UU 6/2020 maupun Peraturan KPU-nya. Sedangkan Pemilu belum memiliki paying hukum dan aturan teknis, berkaitan dengan hal tersebut.

Opsinya jika tidak terjadi perubahan UU Pemilu berkaitan dengan hal tersebut, dapat diatur melalui mekanisme open legal policy melalui Peraturan KPU. Hal ini dimungkinkan karena dalam membahas dan menetapkan Peraturan KPU, KPU juga berkonsultasi dengan DPR (dan Pemerintah) sebagai pembuat UU.  Melalui kebijakan open legal policy, KPU dapat mengatur hal yang tidak diatur dalam UU untuk diatur dalam Peraturan KPU.

Pengisian dengan opsi ini sedikit berbeda dengan cara pengisian  kekosongan norma dalam Pemilihan 2020, karena kekosongan norma soal penyelenggaraan Pemilihan dalam situasi pandemi dilakukan dengan terbitnya  Perppu 2/2020, yang dijadikan acuan dalam pembuatan Peraturan KPU. Bahkan dalam masa sidang berikutnya Perppu tersebut diterima DPR dan disahkan menjadi UU 6/2020.

Keempat, beban penyelengara ad hock. Pemilu 2019 menjadi Pemilu dengan beban kerja penyelenggara ad hock yang cukup tinggi dan beresiko. Sesuai data KPU terdapat 722 penyelenggara meninggal dunia, dan 798 sakit. Angka jauh lebih besar dari Pemilihan 2020 yang diselenggarakan dalam situasi pandemi, karena  hanya 117 meninggal dan 153 sakit.

Dalam mengurangi beban penyelenggara ad hock KPU  berencana menyerdehanakan surat suara dari 5 menjadi 2 atau 3 surat suara. KPU juga sedang merancang inovasi  teknologi sistem infomasi yang dapat memfasiltasi dan membantu  teknis kerja-kerja penyelenggara, termasuk badan ad hock, seperti Sirekap dan Sidalih.    

Optimisme  KPU

Sebagai pelaksana UU KPU optimis melaksanakan Pemilu 2024 dengan dukungan semua pihak. Karena itu  KPU akan menyiapkan  segala halnya dengan baik, termasuk menyelenggarakan Pemilu dalam situasi pandemi. 

Anggota KPU Hasyim Asy’ari  menuturkan KPU  pengalaman Pemilu 2019 dan Pemilihan Serentak  2020 akan dijadikan  sebagai salah satu rujukan  untuk merumuskan kebijakan  yang akan diterapkan dalam Pemilu 2024.