Kerlip Ramadhan di Antara Amanah Jamuan Berbuka Puasa

Di Mesir, Ahmad lbn Thulun pendiri Dinasti Thulun ( 868 M - 967 M ) mengumpulkan para jenderal, saudagar, dan tokoh - tokoh penting dalam jamuan buka puasa dan menyerukan mereka berbagi atas keleluasaan harta yang mereka miliki kepada dhuafa.
Saat Khalifah AI Muiz Li Dinillah berkuasa, (975 M), ia memberikan 1.100 jenis hidangan berbuka dari istananya untuk dibagikan kepada warga fakir dan kaum dhuafa. Jamuan buka puasa itu rutin digelar Khalifah di Masjid Amru Bin 'Ash.
Tradisi lain yang tak kalah menarik adalah kebiasaan menyalakan lentera saat memasuki Ramadhan.
Suatu waktu di awal Ramadhan, Umar RA perintahkan menyalakan lentera di sekitar Masjid Nabawi untuk menerangi jama'ah yang akan mengikuti shalat Tarawih sekaligus tanda datangnya bulan penuh berkah.
Kebiasaan ini lalu menyebar ke negeri – negeri Muslim. Di Andalusia, Masjid Agung Cordoba terlihat terang benderang laksana bermandikan cahaya batu permata.
Terhitung ada tiga belas bejana raksasa tempat menampung minyak terbuat dari emas, perak dan besi. Setiap lentera raksasa ini memuat seribu lampu yang akan terus dinyalakan sepanjang Ramadhan.
Di Mesir, tradisi ini dilestarikan hingga kini. Lentera Ramadhan itu diberi nama fanus. Ketika Ramadhan datang, ribuan cahaya fanus akan mencahayai negeri Kinanah, negerinya para nabi.
Dari belahan Timur Bumi, masyarakat Utsmaniyah juga memiliki budaya ini. Mahya adalah tradisi di mana masjid - masjid dan menara azan dihiasi dengan lampu - lampu minyak. Menjadikan nuansa Ramadhan semakin syahdu.
Datangnya Ramadhan di Daulah Utsmaniyah terkesan megah. Istana kekhalifahan kebanjiran karangan - karangan bunga ucapan selamat dari berbagai delegasi negara - negara asing.
Lima belas hari sebelum puasa atau sepuluh hari sebelum berakhirnya bulan Sya’ban, kepala astronom istana mulai menentukan waktu imsak Ramadhan.