Kerlip Ramadhan di Antara Amanah Jamuan Berbuka Puasa

Tim khusus segera dibentuk untuk mensurvei kebutuhan pangan di pasar dan mengatur harganya. Khalifah sendiri bahkan ikut menentukan jenis gandum terbaik yang akan diedarkan di masyarakat.
Ketika fajar Ramadhan tinggal menghitung hari, hakim Istanbul mengirim utusan untuk meneliti terbitnya wujud hilal. Mereka akan bertebaran di jalan raya, mengumumkan jatuhnya 1 Ramadhan jika hilal Ramadhan telah nampak. Saatnya masjid - masjid menyalakan lampu - lampu gantung menyambut datangnya tamu agung kaum Muslimin.
Hari itu, Khalifah mengeluarkan perintah penyembelihan hewan ternak di berbagai tempat umum dan halaman yang luas di pintu - pintu Istanbul. Daging - daging sembelihan itu dihadiahkan kepada masyarakat khususnya orang fakir atau yang membutuhkan.
Para koki istana dibuat sibuk menghidangkan bermacam - macam jenis makanan, buah - buahan, minuman, kacang - kacangan kepada rakyatnya. Ramadhan menjadi ajang berbagi cinta. Tradisi ini oleh penduduk Utsmaniyah disebut Masabih Murjaniyah.
Istana akan membuka pintunya lebar - lebar bagi rakyat untuk menikmati jamuan buka puasa bersama sang khalifah. Di momen itulah pemimpin kaum Muslimin tersebut dilimpahi doa - doa terbaik secara langsung dalam sujud - sujud khusyu' masyarakatnya.
Acara buka puasa bersama itu diawali dengan kemerduan tilawah Al - Qur'an. Para ulama adalah orang - orang pertama dalam daftar undangan. Jamuan berbuka akan di tutup pada hari keduapuluh empat Ramadhan. Tradisi ini terus berlangsung hingga masa Sultan Abdul Hamid II.
Sayangnya, keindahan kultur ini menghilang di sebagian besar masyarakat Turki sejak panggung politik dikuasai anak - anak muda yang telah dirasuki pemikiran sekuler.
Sebuah aliran yang mementingkan urusan dunia, memisahkan agama dalam setiap tarikan nafas kaum Muslimin. Akibatnya, lentera Ramadhanpun meredup, memberi sinyal hancurnya peradaban agung di belahan bumi Timur.