Potensi Masalah

 Firli mengungkapkan berdasarkan hasil pemantauan, observasi dan analisis, KPK menemukan potensi permasalahan dari dua program tersebut yaitu, kemahalan harga sebesar rata-rata 14% dari harga pasar (+/- senilai Rp222,65 miliar/tahun). dan sistem pengawasan program BPNT masih lemah.

Pendistribusian BPNT dan PKH juga belum terkelola dengan baik. Lalu belum dibuat dashboard penyaluran PKH. Atas poin 1 dan 2, lanjut Firli, Menteri Sosial telah menyampaikan rencana langkah perbaikan yang dipaparkan kepada pimpinan KPK.

Atas poin 3 dan 4, KPK telah memberikan rekomendasi sebagai berikut; Terhadap temuan pengendapan dana Bansos pada kartu keluarga
sejahtera (KKS).

Penyaluran BPNT dan PKH dilakukan setelah KKS diterima dan diaktivasi oleh penerima bantuan sosial. Lalu perbaikan perjanjian kerja sama (PKS) antara himbara dengan Kemensos untuk mempercepat pengembalian ke kas negara atas dana yang tidak terdistribusi.

Adapula pembangunan dashboard lengkap yang memudahkan instansi terkait pengawasan serta monitoring dan evaluasi.

KPK juga melakukan survei penilaian integritas atau SPI pada 2021 untuk mengukur indeks integritas nasional yaitu tingkat risiko korupsi pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melalui persepsi dan pengalaman masyarakat, serta data objektif dari pihak internal lembaga, masyarakat pengguna layanan, dan para pihak pemangku kepentingan.

Rata-Rata, kata Firli, skor indeks integritas nasional SPI tahun ini 72,43 dengan rentang indeks paling rendah 42,01, dan paling tinggi 91,72, melampaui target skor 70 sebagaimana tertuang dalam RPJMN tahun 2020-2024.

SPI melakukan penilaian terhadap 7 elemen meliputi: pengelolaan pengadaan barang dan jasa, integritas dalam pelaksanaan tugas, pengelolaan anggaran, transparansi, perdagangan pengaruh (trading in influence), pengelolaan sumber daya manusia, dan sosialisasi antikorupsi.