BERITABETA.COM, Ambon – Pandemi Covid-19 menyerang berbagai sendi kehidupan masyarakat. Utamanya sector ekonomi. Masyarakat khususnya yang memiliki latar belakang ekonomi lemah atau hidup di bawah garis kemiskinan sangat merasakan dampak dari menyebarnya wabah naas itu.

Banyak orang mengalami kesulitan untuk melangsungkan hidup. Apalagi ketatnya aturan pemerintah dalam membatasi aktivitas masyarakat.

Kondisi itu juga dialami Ongki Arloy (35), salah satu tukang becak di Kota Ambon, Provinsi Maluku. Antara berjuang melawan ancaman Covid-19, dan bertahan mengayuh becak demi melangsungkan hidup.

Pria asal Kabupaten Kepulauan Aru yang lahir di Kota Ambon ini berdomisili di Karang Panjang Kolsem, RT 001/RW 002 Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

Dengan latar belakang ekonomi lemah memaksa Ongki harus terus mengayuh pedal becak demi membiayai kebutuhan keluarga, terutama anak perempuannya hingga bisa selesai studi SMA.

Sebelum menikah, dia sudah berstatus sebagai yatim piatu. Mamanya meninggal dunia ketika (Ongki) masih sekolah. Sedangkan bapaknya wafat saat ia telah menikah.

Ongki lalu hidup sebatang kara tanpa memiliki keluarga di kota manise tersebut. Istrinya pun telah pergi meninggalkan dia dan anak perempuannya. Ongki sudah berstatus duda sejak 16 tahun lalu.

Kondisi tersebut memaksa Ongki harus kerja ‘banting tulang’ selaku tulang punggung keluarga kecilnya. Setiap hari ia harus mencari nafkah untuk membiayai anak perempuannya.

Ditemui beritabeta.com di rumahnya pada Rabu (25/08/2021), Ongki mengaku, telah mengayuh becak selama 16 tahun (2005-2021), atau sejak lulus SMA.

Anak perempuannya, Nia Arloy (16) setelah lulus SMA tidak ingin melanjutkan untuk kuliah karena tak punya biaya, sehingga memilih untuk melamar pekerjaan di Kota Tual. Ongki pun kini tinggal sendiri.

Meski kondisinya tengah sakit, namun Ongki tetap memaksakan diri untuk mengayuh becak demi kebutuhan hidup sehari-hari. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaannya saat ini.

Penghasilan sehari-hari dari mengayuh becak tidak cukup untuk kebutuhan hidup. Terkadang, dari pagi hingga petang (mengayuh becak), Ongki hanya dapat Rp45 ribu, dan paling banyak Rp50 ribu. Sebab pada pukul 17.00 WIT, penumpang sudah sepi.

"Saya sangat merasakan dampak Corona. Kadang jika tidak ada penumpang, saya pungut gelas air mineral dan besi bekas untuk dijual. Jika diperkirakan sudah sampai 50 ribu baru dijual untuk membeli beras, dan kebutuhan lainnya," ungkap Ongki menceritakan kisah hidupnya.

Diakuinya selama 16 tahun menjadi tukang becak di Ambon, baru pernah dia dan anaknya mengalami kondisi ekonomi lebih parah di masa pandemic Covid-19. Banyak penumpang yang biasa menjadi langganannya, kini sudah tak lagi menggunakan jasanya.

"Jujur selama beta jadi tukang becak di Ambon, baru pernah beta rasakan dampak ekonomi yang sulit seperti ini. Mau bagimana lagi, namanya juga hidup, beta harus tetap jalani pekerjaan ini," keluh Ongki.

Apalagi, penerapan PPKM ditambah peraturan terkait lainnya lalu warga diwajibkan untuk ikut vaksinasi. Hal itu membuat dirinya takut.

Kondisi ini, membuat para pekerja harian termasuk dirinya maupun pelaku usaha yang tidak mau divaksin, memiliki ruang gerak semakin sempit.

"Maaf kalau beta mengeluh. Karena penumpang sepi sejak pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Dampaknya luar biasa. Salah satunya beta jarang bawa becak. Bahkan hamper mau jual becak. Ini karena penumpang sepi,” tambah Ongki.

“Akibat Covid-19 ini semua job mati. Seperti antar anak sekolah, bawa penumpang ke pelabuhan, pasar juga sepi. Kondisi begini untuk makan susah, penghasilan turun drastis," imbuhnya.

Ongki hanya berharap solusi dari pemerintah daerah. "Saya hanya minta pemerintah bisa melihat kondisi kami para pekerja kecil,” harap Ongki dengan roman sedih.

Ia juga meminta jika ada penyaluran bantuan dari pemerintah, harus memperhatikan atau menyentuh para tukang becak.

Sebab ia dan para tukang becak di Ambon mengalami penghasilan jauh dari kata cukup akibat pandemi Covid-19.

"Walaupun saya hidup dengan anak semata wayang di masa pandemic, saya tetap bersyukur. Semoga corona cepat selesai dan kehidupan katong (kami) bisa kembali normal seperti semula,” harap Ongki. (*)

Pewarta : Febby Sahupala