BERITABETA.COM, Ambon – Perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan 4 unit Speedboat Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) tahun 2015 senilai Rp1,5 Miliar Ditreskrimsus Polda Maluku menjerat tiga orang sebagai tersangka.

Adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten MBD, Desianus Orno alias Odie Orno, Direktur CV. Tri Putra Fajar Margareth Simatauw, dan Rego Kontul, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan atau PPTK.

Tiga tersangka itu setelah tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti oleh Tim Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku pada Senin 16 Agustus 2021 lalu, kemudian dijadikan sebagai tahanan kota oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Seterusnya Odie Orno melayangkan permohonan Praperadilan di PN Ambon. Sidang putusan Praperadailan secara online pada Senin (30/08/2021) lalu, dipimpin Hakim PN Ambon Lucky Rombot Kalalo, memutuskan Odie Orno tidak bersalah. Status (Odie Orno) sebagai tersangka digugurkan oleh hakim.

Meski begitu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku dan Pengadilan Tipikor pada PN Ambon tetap memproses lanjut perkara tiga tersangka di atas.

Mengenai upaya hukum yakni Praperadilan kemudian hakim PN Ambon memutuskan Odie Orno tidak bersalah dan menggugurkan status tersangkanya, begini kata Direktur Reskrimsus Polda Maluku, Kombes (Pol) Eko Santoso.

“Tidak ada (tanggapan terkait permohonan praperadilan tersebut),” kata Kombes Pol Eko Santoso saat dimintai tanggapannya oleh beritabeta.com melalui pesan Whats’App, Rabu (01/09/2021), seputar apa sikap Ditreskrimsus terhadap putusan hakim yang telah menggugurkan status tersangka Odie Orno.

Apakah Ditreskrimsus Polda Maluku akan tetap taat terhadap putusan hakim PN Ambon yang menggugurkan status tersangka Odie Orno? ditanya begitu, Kombes (Pol) Eko Santoso menjawab datar saja.

Ia mengatakan, ihwal tersebut bukan lagi menjadi kewenangan Ditreskrimsus Polda Maluku. “Ya nggak menunggu (persidangan), tanggung jawab kita (Ditreskrimsus Polda Maluku) kan sudah selesai,” timpal Kombes Pol Eko Santoso.

Sementara itu, pihak Kejati Maluku tetap jalan. Persidangan perkara ini pun masih bergulir di Pengadilan Tipikor pada kantor PN Ambon.

Kemarin, Selasa (31/08/2021), sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tiga (terdakwa) termasuk Odie Orno dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum atau JPU Kejati Maluku, Ahmad Attamimi.

Sidang ini dipimpin majelis hakim Pasti Tarigan (ketua). Saat sidang dibuka tim kuasa Hukum Odie Orno masing-masing Herman Koedoeboen, Firel Sahetapy dan Hendry Lusikooy menyampaikan pendapat.

Tim kuasa hukum sontak meminta majelis hakim agar mengeluarkan penetapan pengadilan tentang gugurnya surat pelimpahan perkara  karena adanya putusan praperadilan.

Majelis hakim lalu berujar, permohonan (tim kuasa hukum) itu disampaikan setelah pembacaan surat dakwaan.

Pasca pembacaan dakwaan, tim kuasa hukum Oddie Orno lalu menyampaikan permohonan dan hakim meminta pendapat JPU.

Disini, JPU Ahmad Atamimi menyatakan akan mempelajari lebih dulu permohonan (tim kuasa hukum Odie Orno).

Sebelum sidang diskorsing, Tim Kuasa Hukum Odie Orno dalam hal ini Hendrik Lusikoy mempertanyakan putusan praperadilan yang telah menggugurkan status tersangka (kilennya), namun mengapa status tersangka itu masih melekat pada kilennya?

“Logika hukum apakah status seseorang yang awalnya tersangka kemudian putusan praperadilan telah menggugurkan (status tersangka yang bersangkutan), apakah bisa menjadi terdakwa?”tanya Hendrik Lusikoy kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini.

Mendapat pertanyaan seperti itu, majelis hakim mengatakan masalah ini baru terjadi, karena itu (majelis hakim) harus  mempelajarinya lebih lanjut. Majelis hakim lalu menskorsing sidang untuk dilanjutkan pada pekan depan.

Pendapat Tim Kuasa Hukum

Sementara itu, Henry Lusikoy kepada wartawan Selasa (31/08/2021) di Ambon mengatakan, undang-undang memberikan kewenangan lembaga praperadilan untuk menilai sah tidaknya seseorang ditetapkan sebagai tersangka.

Diakuinya, memang benar perkara ini sudah di limpahkan ke pengadilan. Namun sebelum perkara dilimpahkan ke PN Ambon, praperadilan sudah terdaftar

"Berkas yang dilimpahkan bukan berarti perkara gugur, tetapi berdasarkan putusan MK Nomor 21 menyatakan sidang awal baru perkara gugur. Putusan pra di dalamnya telah menyebutkan merehabilatasi nama baik pemohon. Jika putusan majelis hakim sudah menyatakan begitu, berati dikembalikan ke status semula tanpa melakukan tindak pidana,” tambah dia.

“Namun saat ini perkaranya kok tetap jalan. ini kan irasional. Sebab seseorang yang statusnya hilang sebagai tersangka, tapi kok bisa disidang dengan status sebagai terdakwa,"heran Hendry.

Ia berdalil merujuk hukum acara, seharusnya sebelum sidang dakwaan, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Ambon, harus mengabulkan permohonan yang diajukan tim kuasa hukum, karena bukan merupakan eksepsi.

"Sebetulnya setelah membacakan peremohonan, sidang diskors dulu selama sepekan. ini untuk JPU menangapi permohonan tersebut sebelum dakwaan dibacakan. Setelah ditanggapi, kemudian majelis hakim mengeluarkan penetapan yakni menerima atau menolak permohonan,” lanjutnya.

“Bila menolak, maka diperintahkan untuk membaca dakwaan. Prosedur hukum acara seharusnya berjalan seperti itu. Tapi yang terjadi hakim membuatnya terbalik,"tukas Hendry. (BB-SSL)