Kondisi ini kemudian melahirkan pertanyaan apakah konsep yudisialisasi politik ini merupakan bentuk intervensi dari cabang kekuasaan yudisial terhadap kekuasaan lesgislatif yang memegang fungsi legislasi? Ataukah disini terjadi prinsip check and balances dimana MK menjaga marwah konstitusi kita yakni UUD 1945, oleh karena itu setiap produk hukum tidak dapat menyimpangi Norma hukum dasar staatfundamental norms.

Bagi penulis ini merupakan realisasi dari tuntutan reformasi yang mengutamakan prinsip Check and balance atau saling mengimbangi. Tegasnya MK memberhentikan dan membatasi setiap peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan UUD 1945.

Putusan a quo kemudian sejalan dengan asas Lex superior derogate legi inferiori yang mengandung makna peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Tegasnya peraturan yang lebih renda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Demikian Putusan Mahkamah Konstitusi dalam konteks yudisialisasi politik dapat memberikan makna positif terhadap sejarah legislasi nasional.

Sekaligus Putusan a quo memberika kritik terhadap proses legislasi nasional yang bagi penulis sedikit mengesampingkan mekanisme formil pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (*)