Alasannya, karena merek politik ternama yang sudah teruji berkualitas tentu akan lebih dipilih pada pemilu 2024 mendatang.

Meskipun demikian, Mochtar menerawang kekuatan parpol baru akan sangat tergantung beberapa aspek.

Pertama aspek ketokohan ketua umum partai yang memiliki integritas, kredibilitas, kapasitas, kapabilitas, kharisma, pengalaman, kemampuan serta pengikut yang loyal.

Aspek kedua, membelah massa partai lama. Dimana kekuatan yang kedua berkaitan langsung bagaimana partai membelah massa pendukung partai lama.

“Persamaan persepsi tentang kekecewaan terhadap partai lama antara partai dengan konstituen akan dimanfaatkan oleh partai baru dengan cara menarik massa atau pemilih yang masuk pada kategori swing voter atau undecided vote,” jelasnya.

Aspek ketiga; akan memanfaatkan kinerja pemerintah maupun parpol yang tidak memperhatikan nasib rakyat kecil pada masa pandemic Covid-19.

Sebab, hampir setiap daerah ditemukan adanya masyarakat yang tidak lagi percaya dengan apa yang seharsnya diperjuangkan oleh partai terhadap rakyat.

Sedangkan kelemahan dari partai baru, menurut dia, tentu pemilih lebih memahami karakter ketua umum partai karena yang tampil sebetulnya ‘partai baru muka lama’. Disamping itu partai baru akan diperhadapkan pada modalitas kapital.

“Alasannya, karena membangun jaringan sampai ketingkat DPC termasuk program partai yang belum bisa langsung diterima oleh pemilih. Di samping itu, tentu basis massa juga masih di anggap mengambang,” beber Mochtar.

Mochtar berharap kehadiran parpol baru akan menjadi barometer sebagai simbol perjuangan dan aspirasi rakyat, serta menciptakan demokratisasi di tanah air.

“Parpol yang demokratis tidak cenderung mengejar kekuasaan, tapi mampu menjadi simbiosis politik kerakyatan,” tegas Mochtar.