BERITABETA.COM, Ambon – Monitoring Center for Prevention (MCP) di Papua masih rendah. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alex Marwata dalam Rapat Koordinasi Program Pendampingan dan Pengawasan Daerah Papua di aula BPKP Perwakilan Papua, seperti dirilis Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, kepada Beritabeta.com Rabu (24/11/2021).

Dia meminta segenap insan Inspektorat serta Auditor khuussnya di wilayah Papua untuk mengintensifkan pendampingan dan pengawasan terhadap tata kelola pemerintahan.

Dia mengajak seluruh pihak untuk bersama menjalankan fungsi pendampingan dan pengawasan sesuai tugas di instansi masing-masing.

Pula terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di wilayah Papua sebagai upaya pencegahan korupsi.

“KPK telah menandatangani MoU dengan Kemendagri dan BPKP untuk selanjutnya monitoring MCP akan dilakukan oleh Kemendagri sebagai instansi pembina pemda dan BPKP yang memiliki perwakilan di setiap provinsi. Harapannya, akan lebih efektif,” katanya.

KPK, lanjutnya, mendorong Inspektorat dapat menjadi kepanjangan tangan KPK. Alasannya, karena Inspektorat merupakan pelaksana program pengawasan di daerah.

“Jadi, jika ada kepala daerah yang bermasalah hukum terkait korupsi maka inspektorat ikut bertanggung jawab, karena artinya inspektorat membiarkan kepala daerahnya terjerat korupsi,” tandasnya.

Dia menuturkan, program koordinasi supervisi KPK tidak hanya pencegahan, namun juga penindakan. Dia menyebut, sekitar 266 laporan masyarakat diterima KPK dari Papua.

“Kami menilai ada potensi korupsi di dalamnya yang tidak harus selalu ditangani oleh KPK karena keterbatasan kewenangan KPK. Laporan pengaduan masyarakat tersebut dapat kami limpahkan ke Inspektorat untuk diproses,” katanya.

Meski begitu, Alex memahami, kapasitas inspektorat masih terbatas. Meskipun demikian, kata dia, dari aspek aturan, Inspektorat harus punya Irban Investigasi dan faktanya belum semua punya. Hal ini, menjadi tugas BPKP ke depan.

Dia berharap dengan pertemuan yang dihadiri oleh seluruh jajaran inspektorat dan auditor dari seluruh pemda, Perwakilan BPK, dan BPKP, juga perwakilan Ombudsman RI (ORI) di Papua, dapat memperkuat sinergi dan koloborasi semua pihak dalam melakukan pendampingan dan pengawasan di wilayah bumi “Mutiara Hitam” ini.

ORI, kata dia, dapat melakukan evaluasi dan pengawalan atau pengawasan terhadap administrasi di pemerintahan daerah.

Alaszannya, penyalahgunaan kewenangan dan maladministrasi yang merupakan kewenangan ORI, maka ORI dapat melakukan koordinasi dengan pihak inspektorat untuk perbaikan maladministrasi.

“Tidak menutup kemungkinan dari maladministrasi tersebut menimbulkan kerugian negara. Bisa saja itu kesalahan administrasi, tapi dapat menimbulkan kerugian negara dan juga bisa menjadi perkara korupsi,” katanya.

Dia mengatakan, perkara korupsi ada kaitannya dengan maladministrasi dari kesalahan prosedur dan lain sebagainya.

“Kalau itu disengaja dan ada niat jahat, tentu menjadi pidana,” tegasnya.

Rakor Pendampingan dan Pengawasan Daerah Papua ini turut dihadiri Kepala Perwakilan BPKP Yan Setiadi, Kepala Perwakilan BPK Arjuna Sakir, Kepala Perwakilan ORI Iwanggin Sabar Olif.

Inspektur Provinsi Papua Anggiat Situmorang secara luring, dan seluruh jajaran Inspektur serta auditor pemda di Papua secara daring. (*)

 

Editor: Redaksi