“Setekah itu saya berikan uang kepada Maureen Luhukay untuk membayar para sopir. Berdasarkan data, yang mengetahui berapa jumlah kendaraan di lapangan itu adalah PPK. Saya dapat informasi dari Maureen Luhukay, kalau yang memberi data adalah Maurits Yani Tabalesy," kata saksi.

Saksi juga mengaku tidak ada MoU antara Dinas LHP Kota Ambon dan pihak SPBU pada 2019. Sat itu kata saksi Kadis LHP Kota Ambon menyatakan MoU ini bukan tanggungjawab atau kewenangan Dinas LHP.

“Saya pernah menanyakan calon pengguna anggaran mengapa pada 2018 ada MoU, tetapi pada 2019 tidak pakai MoU? ibu Kadis LHP Kota Ambon bilang yang bikin MoU itu bukan OPD [Dinas LHP], tetapi Pemerintah Kota Ambon," ungkap Yenny meniru keterangan terdakwa Lucia Isaack.

Setelah mendengarkan keterangan Yenny Wattimena [saksi], majelis hakim kemudian menunda sidang untuk dilanjutkan pada pekan depan.

Sidang berikutnya masih digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Sekedar diketahui perkara ini pada 19 Mei 2021 Kejari Ambon menetapkan tiga orang tersangka. Yaitu Kepala Dinas LHP Kota Ambon Lucia Isaack, Mauritsz Yani Tabalesy, Kepala Seksi Pengangkutan Bidang Kebersihan sekaligus PPK, dan pihak swasta adalah Ricky M Syauta, mantan Manajer SPBU kawasan Belakang Kota.

Mereka ditetapkan menjadi tersangka setelah jaksa memeriksa puluhan orang sebagai saksi, termasuk mengantongi sejumlah bukti akurat [otentik] yang substansinya ada penyalahgunaan/penyimpangan dalam penggunaan anggaran BBM mobil pengangkut sampah yang dikelola Dinas LHP Kota Ambon tahun anggaran 2019 - 2020.

Diduga penggunaan biaya BBM untuk mobil pengangkut sampah tahun anggaran 2019 senilai Rp5 miliar, sebagiannya fiktif.

Berdasaarka hasil audit BPKP RI Provinsi Maluku menemukan kerugian negara senialai Rp3 miliar.

Jaksa menjerat tiga tersangka tersebut dengan Pasal 2 Ayat (1) Dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan korupsi Jo Pasal 55, 56 KUHPidana. (BB)

 

Editor: Redaksi