BERITABETA.COM, Ambon – Pemeriksaan terhadap Ferry Tanaya atau Tan Lie Tjen terpaksa ditunda jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Tidak ada alasan jelas mengapa dirinya belum bisa memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa.

Sesuai agenda yang telah dijadwalkan jaksa penyidik Kejati Maluku sebelumnya, tersangka kasus korupsi penjualan dan pembelian lahan untuk proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Mesin (PLTMG) 10 MV di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, tahun anggaran 2016 itu, harus menjalani pemeriksaan pada 8 maret 2021 lalu.

Namun, pengusaha kayu itu tidak hadir. Ketidakhadirannya disampaikan melalui surat tertulis yang di kirimkannya kepada jaksa penyidik di kantor Kejati Maluku, Jalan Sultan Hairun Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

Kasi Penkum Kejati Maluku Sammy Sapulette mengatakan, jaksa penyidik akan mengagendakan lagi pemanggilan untuk pemeriksaan Ferry Tanya.

“Menurut penyidik segera dijadwalkan lagi pemeriksaan terhadap yang bersangkutan (Ferry Tanaya),” kata Sammy Sapulette kepada beritabeta.com di Ambon, Sabtu (13/03/2021).

Apa alasan Ferry Tanaya belum bisa memenuhi panggilan jaksa penyidik untuk diperiksa pada 8 Maret lalu?

“Yang bersangkutan hanya minta dijadwalkan ulang. Tidak sampaikan alasan atas ketidakhadirannya,” ungkap Sammy Sapulette.

Apakah pemeriksaan Ferry Tanaya pekan depan, jaksa penyidik langsung melakukan penahanan terhadap tersangka? “Ikuti saja,” anjur mantan Kepala Seksi Penyidikan Kejati Maluku ini.

Mengorek lagi satu tersangka lain dalam kasus yang sama yaitu Abdul Gani Laitupa alias AGL, apakah telah dijadwalkan untuk diperiksa juga? “Setahu saya, AGL sudah diperiksa pekan kemarin,” kata Sammy.

Menurut Sammy, kepentingan jaksa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap dua tersangka itu untuk melengkapi berkas perkara mereka.

“Tentunya pemeriksaan ini untuk jaksa penyidik melengkapi berkas perkara dua tersangka,” terangnya.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku Rorogo Zega mengatakan, penyidik sudah melayangkan surat panggilan untuk Fery Tanaya diperiksa pada 8 Maret 2021 lalu.

“Pemeriksaan ini dengan statusnya sebagai tersangka dalam kasus jual beli lahan untuk PLTMG itu. Tapi bersangkutan minta ditunda,” jelas Kajati Maluku Rorogo Zega kepada wartawan di kantor Kejati Maluku Jalan Sultan Hairun Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Jumat (12/03/2021).

Diakuinya, dalam surat tersebut, Ferry Tanaya tidak memberi alasan apa-apa atas ketidakhadirannya di kantor Kejati Maluku untuk diperiksa. “Tidak ada alasan dari bersangkutan. Ferry hanya minta pemeriksaannya ditunda saja,” timpalnya.

Karena itu, lanjut Kajati, penyidik telah menjadwalkan kembali agenda pemeriksaan (Ferry Tanaya) untuk dilakukan pada 18 Maret 2021, pekan depan. “Dalam surat itu bersangkutan ngaku tetap kooperatif," kata Kajati Maluku.

Diketahui, perkara dugaan tipikor jual beli lahan untuk proyek pembangunan PLTMG 10 MV tanhun anggaran 2016, milik PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara tepatnya di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, Maluku sarat korupsi.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 6.081.722.920.

Kerugian negara Rp.6 miliar lebih itu terjadi dalam jual beli lahan untuk PLTMG, ditengarai akibat kecerobohan Ferry Tanaya, dan mantan Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu dijual oleh Ferry Tanaya kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara, untuk pembangunan PLTMG 10 MV. Indikasinya terjadi ada penggelembungan harga.

Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP hanya senilai Rp.36.000 per meter kubik persegi. Tapi, diduga ada kongkalikong antara oknum PT. PLN Wilayah Maluku - Maluku Utara, juga oknum BPN Kabupaten Butu dan penjual lahan tersebut.

Diduga terjadi markup atau harga lahan itu didongkrak naik menjadi Rp.131.600 per meter. Padahal bila proses transaksi antara Ferry Tanaya dan pihak PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara dilakukan merujuk NJOP sebenarnya, maka harga lahan yang wajib dibayar oleh PT PLN hanya senilai Rp1.751.238.000.

Sialnya, ketentuan NJOP itu justru diabaikan alias tidak dipakai sepenuhnya dalam proses jual beli lahan dimaksud.

Hingga berita ini dipublikasikan, proyek pembangunan PLTMG di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku itu, terpaksa belum bisa dilakukan pihak PT. PLN Persero Wilayah Maluku-Maluku Utara, akibat praktik korupsi dalam jual beli lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu. (BB-SSL)