Terhadap tuntutan JPU yang dianggap tidak adil itu, dengan kekurangan dan keterbatasan yang ada, maka Tua adat dan Pemuda Sabuai ini melaporkan Julivia M. Selano,SH ke Kejagung RI.

“JPU Julivia M. Selano,SH harus dievaluasi. Kami juga meminta Jaksa Agung RI, Jamwas Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan RI memerintahkan Julvia M. Selano segera menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Dataran Hunimoa, Awal Darmawan Akhmad,” pinta Tua Adat dan Pemuda Sabuai dalam aduan mereka.

Selain melaporkan JPU Julivia M. Selano,SH, masyarakat adat Sabuai juga melaporkan majlies hakim Pengadilan Dataran Hunimoa Awal Darmawan Akhmad yang memeriksa dan mengadili perkara Imanuel Quedarusman selaku Komisaris CV. Sumber Berkat Makmur ke MA RI di Jakarta.

Pasalnya, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim terhadap pelaku Illegal logging itu hanya 2 tahun penjara,k dan denda Rp. 500.000.000, dan jika denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara 3 bulan.

“Ya kalau lihat tuntutan dan putusan ini sangat tidak rasional dan boleh dikatakan hukuman dua tahun penjara bagi pelaku illegal logging ini sama dengan orang yang melakukan pencurian sapi,” celutuk para pelapor.

Mereka juga melaporkan Bos CV. SBM Yongki ke Ketua Mahkamah Agung RI, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, dan Komisi Yudcial RI di Jakarta, dengan harapan hakim yang mengasdili perkara ini juga di evaluasi.

Para pelapor merujuk ketentuan pasal 12 huruf k jo. pasal 87 ayat 1 huruf 1 dan atau pasal 19 huruf a jo. pasal 94 ayat 1 huruf a, undang-undang no 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp.100 miliar.

“Masyarakat hukum adat Sabuai sangat mengaharapkan dukungan dari seluruh masyarakat hukum adat di Maluku. Ketidakadilan yang dilakukan oleh JPU dan oknum hakim terkait perkara ini sepatutnya dievaluasi oleh atasan mereka. Kami butuh dukungan dan doa atas perjuangan kami,” ucap Okto Tetty dan Josua Ahwalam sembari meminta publik untuk memviralkan masalah ini. (*)

Pewarta; Azis Zubaedi