BERITABETA.COM, Ambon - Penanganan perkara tindak pidana korupsi [tipikor] harus transparan. Tak terkecuali proses penyidikan kasus/perkara dugaan korupsi permintaan dan distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Kota Tual, Maluku, tahun anggaran 2016-2017.

Pegiat Antikorupsi yang juga Sekretaris Solidaritas Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER) Idham Sangadji kepada beritabeta.com Kamis (02/12/2021), meminta Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus atau Ditreskrimsus Polda Maluku, agar dalam penyidikan kasus ini dilakukan secara transparan alias terbuka.

Menurutnya, dugaan kejahatan korupsi melalui permintaan dan distribusi CBP Tual tahun anggaran 2016-2017, patut diungkap oleh Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Proses hukum sepatutnya dilakukan secara transparan, tanpa melihat jabatan, pangkat dan golongan oknum yang terlibat dalam perkara ini.

"Entah itu pejabat penting sekelas kepala daerah, kepala dinas dan kepala seksi dan lain-lain, Tim Penyidik tidak perlu takut. Bila fakta hukum menunjukan ada keterlibatan atau penyelewengan alias korupsi di CBP tersebut, ya dituntaskan. Jangan ada yang merasa kebal hukum disini," tandas Idham.

Dia mengaku, memang batas waktu penyidikan sebuah perkara itu tidak ada. Tetapi, setidaknya penyidik punya kewajiban untuk menyampaikan perkembangan penyidikan perkara ini, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan [SP2HP] kepada pelapor.

Sekecil apapun perkembangan perkara ini, kata dia, seharusnya penyidik menginformasikan [perkembangan] t=dimaksud kepada pelapor. Karena kalau tidak [pelapor] dapat eskalasi pelaporan kepada atasan penyidik," ketusnya.

Sebaliknya bila tim penyidik mendapatkan perkembangan terkait penanganan perkara ini pun patut untuk disampaikan atau dipublikasikan SP2HP ke media massa.

"Kasus ini kan sudah di fase penyidikan, nah calon tersangkanya tidak perlu ditutupi. Biasanya kan saat penyelidikan itu statusnya masih saksi terlapor [calon tersangka], kalau penyidikan saya menduga kasus ini sudah ada tersangka. Sekarang butuh transparansi dari penyidik. Kan bisa disampaikan inisial saja," tukasnya.

Kalau nama tersangka sudah diumukan, lanjutnya, maka tidak perlu dirahasiakan. Sebaliknya yang dirahasiakan itu adalah "saksi mahkota" alias saksi kunci. "Penyidik dapat menyampaikan SP2HP ke pelapor juga inisial tersangka," timpalnya.

Dia mendorong Tim Penyidik Ditrekrimsus Polda Maluku untuk intens berkoorindasi ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Mabes Polri, agar kasus CBP Kota Tual ini segera di ekspose.

"Sehingga publik dapat mengetahui duduk perkara ini secara terang benderang termasuk siapa oknum dia yang sudah melanggar hukum terkait permintaan dan distribusi CBP Tual tahun anggaran 2016-2017," timpalnya.

Selebihnya, lanjut Idham, semakin cepat tersangka diumumkan oleh penyidik, hal tersebut dipandang lebih agar perkara ini secepatnya berproses di pengadilan.

"Biar para pihak terkait dengan perkara CBP Tual ini juga bisa memperoleh kepastian hukum," pungkasnya.

Sebelumnya Direktur Reskrimsus Polda Maluku Komisaris Besar Polisi, Eko Santoso, mengatakan dia dan pihaknya masih menunggu petunjuk Bareskrim Polri untuk ekspose perkara.

Kapan akan dilaukan hanya hingga kiini belum ada kepastian dari Ditreskrimsus Polda Maluku. Lalu calon tersangka pun hingga kini tetap dirahasiakan oleh tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Diketahui kasus kasus CBP Tual ini sebelumnya ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri. Lalu pada Maret 2019 ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda Maluku di Kota Ambon.

Sejumlah pihak terkait sudah diperiksa penyidik. Diantaranya, para kepala desa, pihak Bulog, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ambon, aparat desa, RT, serta beberapa orang camat, termasuk sejumlah warga penerima bantuan CBP, serta saksi ahli.

Walikota Tual Adam Rahayaan [Terlapor] beberapa waktu lalu juga telah diperiksa oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku di Ambon.

Kasus ini dilaporkan oleh mantan Plt Wali Kota Tual Hamid Rahayaan, dan salah satu warga Kota Tual lainnya yaitu Dedy Lesmana ke Polda Maluku dan Bareskrim Mabes Polri.

Pelapor menyebut sebanyak 199.920 kilogram CBP yang telah didistribusikan tahun anggaran 2016-2017, diduga tidak sampai ke tangan masyarakat selaku penerima.

Pelapor menduga, Walikota Tual Adam Rahayaan telah melakukan penipuan dan pembohongan atas CBP di Kota Tual.

Adam dituduh menyalahgunakan kewenangannya selaku Walikota Tual dengan sengaja membuat berita palsu untuk mendapatkan CBP.

Walikota Tual juga diduga membuat surat perintah tugas Nomor 841.5/612 untuk melakukan koordinasi dengan Bulog Divre Wilayah II Tual dan Provinsi Maluku.

Tapi, sesuai laporan itu menyebut surat tugas ini bertentangan dengan kewenangan yang diperoleh Dinas Sosial.

Soal laporan tersebut Adam Rahayaan saat dipanggil dan hadir di Ditreskrimsus Polda Maluku untuk diperiksa, dia menepis seluruh tudingan pelapor.

Adam mengklaim kebijakannya untuk mendistribusikan CBP Kota Tual, sudah sesuai dengan aturan.

Meski Wali Kota Tual Adam Rahyaan berkelit, tetapi hasil audit perhitungan BPKP Maluku menemukan ada kerugian Negara dalam permintaan dan pendistribusian CBP Kota Tual tahun anggaran 2016-2017 senilai Rp1,5 miliar.

Hingga berita ini dipublikasiakan, pengembangan kasus ini saat ini hanya menunggu ekspose perkara yang akan dilakukan oleh Tim Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri. (BB)

 

Editor: Redaksi