Ini membuat Kejati Maluku “geram”. Upaya hukum lanjutan pun ditempuh. Pihak Koprs Adhyaksa Maluku menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik. Dari penyidikan yang dilakukan marathon, hasilnya penyidik menetapkan Ferry Tanaya jad tersangka. Tim penyidik mengklaim punya bukti atas keterlibatan Ferry Tanaya, dalam jual beli lahan untuk proyek PLTMG di Namlea Kabupaten Buru tersebut.

Tak puas, Ferry Tanaya tak terima kembali menjadi tersangka. Ferry lalu ajukan Praperadilan ke PN Ambon. Harapan agar permohonanan diterima pupus. Hakim PN Ambon justru menolak permintaan pihak pemohon.

Pada 4 Februari 2021 lalu, penyidik Kejati Maluku juga telah memeriksa empat orang saksi. Mereka diperiksa terkait dugaan markup (penggelembungan) anggaran terkait pembelian lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea, Kabupaten Buru.

"Pemeriksaan terhadap empat saksi tersebut untuk dua tersangka yakni Ferry Tanaya dan Abdul Gani Laitupa,” ungkap Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette di Ambon, Kamis (4/02/2021) lalu.

Empat terperiksa itu masing-masing berinisial SMT dan FS dari PT PLN (Persero) wilayah Maluku-Maluku Utara, ET (Pensiunan BPN Provinsi Maluku), dan FL, pegawai BPN Provinsi Maluku.

Sammy menjelaskan, SMT dan FS diperiksa jaksa Ye Oceng Amadahly, E.T diperiksa penyidik Novita Tatipikalawan, dan FL diperiksa oleh jaksa penyidik YE Almahdaly. Empat saksi ini dicecar belasan pertanyaan.

"Empat saksi ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ferry Tanaya dan Abdul Gani Laitupa, terkait perkara dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG 10 MV tahun anggaran 2016, di Dusun Jiku Besar, Kabupaten Buru,” ungkap Sammy.

Dalam kasus ini, penyidik Kejati Maluku juga telah memeriksa keterangan salah satu pegawai BRI Ambon dengan inisial M. (BB-SSL)