Soal kerugian negara, menurut Sammy, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, menemukan kerugian keuangan negara senilai Rp 6.081.722.920,- .

“Kerugian negara yang ditemukan BPKP Maluku itu merupakan perbuatan FT dibantu AGL, Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru saat itu, yang menjual tanah negara tepatnya di Dusun Jiku Besar seluas 48.645,50 meter persegi kepada PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara untuk pembangunan PLTMG 10 MV," ungkapnya.

Diketahui, proses jual beli lahan untuk proyek pembangunan PLTMG dii Namlea Kabaupaten Buru itu, sarat manipulatif. Indikasinya, oknum tertentu melakukan penggelembungan harga di lahan seluas 48.645,50 hektar, yang berada di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru itu.

Pihak PT PLN wilayah Maluku - Maluku Utara selaku pembeli lahan dimaksud, dari Ferry Tanaya. Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP hanya senilai Rp.36.000 per meter kubik persegi.

Tapi, dugaan kuat terjadi konspirasi alias kongkalikong antara oknum PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara dengan penjual lahan tersebut. Diduga jual beli terjadi markup atau didongkrak naik menjadi Rp.131.600 per meter.

Padahal bila proses transaksi antara Ferry Tanaya dan PT. PLN wilayah Maluku-Maluku Utara dilakukan merujuk ke NJOP sebenarnya, maka lahan tersebut yang wajib dibayar (Pihak PLN) hanya senilai Rp1.751.238.000. nahasnya ketentuan NJOP justru disampingkan alias tidak dipakai dalam proses jual beli lahan dimaksud.

Indikasinya pihak PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara telah mengalokasikan anggaran secara tak wajar. Akibat penyelewengan dalam jual beli lahan itu menyebabkan kerugian bagi negara sebesar Rp 6.081.722.920 atau Rp. 6 miliar lebih. (BB-SSL)