Sebelum pembayaran atau ganti rugi lahan, kata majelis hakim, pihak PLN telah menyurati BPN untuk mengukur (lahan) yang dibeli dengan harga Rp6,4 miliar sesuai bukti akta jual-beli serta surat kepemilikan lahan berdasarkan keterangan sejumlah saksi dalam persidangan diantaranya Husein Wamnebo serta Talim Wamnebo.

"Terkait status tanah hak barat itu terdakwa tidak mengetahuinya. Mereka baru pahami setelah jaksa melakukan proses hukum perkara ini," ungkap majelis hakim.

Majelis hakim pun mengklaim, dua terdakwa tersebut tidak mencari keuntungan semata dari penjualan lahan dimaksud, sebab PLN ingin membeli (lahan) itu untuk proyek strategis nasional yang membawa manfaat bagi kepentingan umum.

Setelah membacakan putusan majelis hakim memberikan waktu untuk JPU Achmad Attamimi selama tujuh hari untuk mengajukan sikap selanjutnya. Majelis hakim lalu menutup persidangan.

Sebelumnya, Tan Lie Tjen (Ferry Tanaya), dan Abdul Gafur Laitupa, ditahan oleh Kejati Maluku di Rumah Tahanan Negara atau Rutan Kelas IIA Ambon di Waiheru Kecamatan Teluk Ambon, Provinsi Maluku.

Terkait perkara ini sebelumnya Ferry Tanaya, dua kali mengajukan praperadilan atas status tersangka yang disematkan penyidik Kejati Maluku terhadap dirinya.

Praperadilan pertama pada September 2020. Saat itu Ferry menang hakimnya yang mengadili dan memeriksa perkara praperadilan saat itu adalah Rahmat Selang. Status tersangka Ferry pun gugur.