BERITABETA.COM, Ambon – Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi intens melakukan penyidikan perkara dugaan tipikor dan pemberian hadiah atau janji [suap/gratfikasi], terkait persetujuan izin prinsip pembangunan Cabang Retail [Alfamidi] tahun 2020 di Kota Ambon.

Sejumlah kantor SKPD di lingkungan Pemerintah Kota atau Pemkot Ambon sejak Selasa 17 Mei hingga Rabu malam, (18/05/2022) telah menjadi sasaran penggeledahan Tim Komisi Anti Rasuah tersebut.

Pantauan Beritabeta,com, Tim KPK pun secara paksa telah menggeledah kediaman pribadi milik Walikota Ambon Richard Louhenapessy alias RL.

Kegiatan yang sama juga dilakukan oleh Tim Penyidik KPK di rumah pribadi milik orang kepercayaan Walikota Ambon Richard Louhenapessy, dalam hal ini Andrew Erlin Hehanussa alias AEH.

Tim KPK mendatangi rumah AEH di kawasan Bere bere Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Provinsi Maluku sekira pukul 18:57 WIT Rabu malam, (18/05/2022). Mereka dikawal secara ketat oleh aparat keamanan dari Satuan Brimob Polda Maluku.

Tiba di kediaman AEH, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon itu Tim KPK berjumlah 6 orang tidak membuang-buang waktu. Mereka langsung masuk rumah ke rumah AEH, guna melakukan upaya paksa penggeledahan. Proses penggeledahan berlangsung kurang lebih setengah jam.

Rumah AEH ikut digeledah oleh Tim KPK, karena yang bersangkutan diduga telah menampung uang Walikota Ambon Richard Louhenapessy.

Uang RL yang ditampung oleh AEH ditengarai bersumber dari dugaan tipikor dan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan Cabang Retail [Alfamidi] tahun 2020 di kota Ambon.

Uang dugaan penerimaan suap tersebut diduga bersumber dari Amri, Pihak Swasta/Karyawan Alfamidi Kota Ambon [pemberi suap].

Saat upaya paksa penggeledahan di rumah AEH, Tim KPK tidak mendapat perlawanan. Warga sekitar di kediaman AEH hanya dapat menyaksikan Tim KPK melakukan upaya paksa penggeledahan.

Proses penggeledahan berlangsung kurang lebih setengah jam. Setelah itu Tim KPK keluar dari rumah Andrew sekira pukul 19:30 WIT.

Mereka berhasil membawa beberapa dokumen penting yang diisi pada Tas Koper dan Tas Jinjing atau Hand Bag.

Usai penggeledahan di rumah AEH, Tim KPK dikawal oleh aparat keamanan ini pergi meninggalkan rumah AEH dan menuju ke salah satu Hotel di Kota Ambon untuk beristirahat.

Konstruksi Perkara

Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri dan Karyoto, Deputi Bidang Penindakan KPK mengungkapkan, dalam kurun waktu tahun 2020, RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai dengan 2022 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga AR aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan AR ini, kemudian RL memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH.

KPK juga menduga RL menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik.

Pada perkara ini Tim Penyidik KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Yaitu Richard Louhenapessy, Walikota Ambon periode 2011 sampai dengan 2016 dan periode 2017 - 2022.

Andrew Erin Hehanussa, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon, dan Amri, Pihak Swasta/Karyawan (Alfamidi) Kota Ambon.

Tersangka Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lalu Tersangka RL dan AEH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.   (BB)

 

Pewarta : Febby Sahupala