Diakuinya, dalam surat tersebut, Ferry Tanaya tidak memberi alasan apa-apa atas ketidakhadirannya di kantor Kejati Maluku untuk diperiksa. “Tidak ada alasan dari bersangkutan. Ferry hanya minta pemeriksaannya ditunda saja,” timpalnya.

Karena itu, lanjut Kajati, penyidik telah menjadwalkan kembali agenda pemeriksaan (Ferry Tanaya) untuk dilakukan pada 18 Maret 2021, pekan depan. “Dalam surat itu bersangkutan ngaku tetap kooperatif," kata Kajati Maluku.

Diketahui, perkara dugaan tipikor jual beli lahan untuk proyek pembangunan PLTMG 10 MV tanhun anggaran 2016, milik PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara tepatnya di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, Maluku sarat korupsi.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 6.081.722.920.

Kerugian negara Rp.6 miliar lebih itu terjadi dalam jual beli lahan untuk PLTMG, ditengarai akibat kecerobohan Ferry Tanaya, dan mantan Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu dijual oleh Ferry Tanaya kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara, untuk pembangunan PLTMG 10 MV. Indikasinya terjadi ada penggelembungan harga.

Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP hanya senilai Rp.36.000 per meter kubik persegi. Tapi, diduga ada kongkalikong antara oknum PT. PLN Wilayah Maluku - Maluku Utara, juga oknum BPN Kabupaten Butu dan penjual lahan tersebut.

Diduga terjadi markup atau harga lahan itu didongkrak naik menjadi Rp.131.600 per meter. Padahal bila proses transaksi antara Ferry Tanaya dan pihak PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara dilakukan merujuk NJOP sebenarnya, maka harga lahan yang wajib dibayar oleh PT PLN hanya senilai Rp1.751.238.000.

Sialnya, ketentuan NJOP itu justru diabaikan alias tidak dipakai sepenuhnya dalam proses jual beli lahan dimaksud.

Hingga berita ini dipublikasikan, proyek pembangunan PLTMG di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku itu, terpaksa belum bisa dilakukan pihak PT. PLN Persero Wilayah Maluku-Maluku Utara, akibat praktik korupsi dalam jual beli lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu. (BB-SSL)